Waktu itu tahun 2009. “Hidup itu benar dulu, baru berkah,” kata Usin Santosa, menirukan ucapan kakak kandungnya, Eman Rohatim.
Usin pernah menjadi kepala keamanan diskotik. Punya uang puluhan juta per bulan, tapi hidupnya tidak tenang. Uangnya habis buat foya-foya.
Waktu itu, putra bungsu dari dua bersaudara anak Hj. Eem dan H. Ali Sukarna, ini tinggal di rumah kakaknya, petani padi, di Subang, Jawa Barat.
“Kalau kesuksesanmu masih di bawah aku, berarti perilaku hidupmu belum benar,” pesan kakaknya yang selalu terngiang di hati Usin.
“Kita sama-sama lulusan SD. Kalau kau mau mengikuti saranku, bertanilah sambil berdagang. Kau lebih lincah dari aku. Wawasan kau lebih luas dari aku,” saran Eman kepada adiknya, Usin.
Bertani di Rantau
Jauh sebelumnya, Usin banyak belajar ilmu dagang waktu ikut Rinjani Sanjaya (Lie Liong Tek) di Bandung. “Kalau kau tidak memulai, kapan beraninya,” kata Lie kepada Usin.
Ayah lima anak ini pernah disuruh ke Nurtanio (kini PT Dirgantara Indonesia) di Bandung untuk suatu bisnis. “Saya disuruh ke Nurtanio untuk urusan bisnis. Ko Lie tinggal di mobil di parkiran,” kata Usin.
Usin sadar. Persaingan di Jawa Barat relatif tinggi. Ia memenuhi saran kakaknya merantau ke Kalimantan atau Sumatera. Ia memutuskan bekerja di kebun kelapa sawit di Sumatera Selatan.
Sebagai lulusan SD, ia sadar tidak akan pernah menjadi pimpinan perusahaan. Setahun setelah bekerja di perkebunan kelapa sawit, suami Tati ini memilih bertani padi dengan menyewa lahan.
“Sampai sekarang saya belum punya lahan sendiri. Saya menyewa lahan dengan bagi hasil,” aku Bendahara Kelompok Tani Satan Makmur I di Muara Beliti, Kecamatan Air Satan, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan ini.
Selain bertani, ia juga menjadi distributor pupuk bersubsidi. Di samping itu lelaki kelahiran Subang, Jawa Barat, 15 Juni 1976 ini memiliki kios pupuk, pestisida, dan sarana lain di rumahnya, Muara Beliti.
“Tanpa kombinasi pupuk organik dan hayati (dengan pupuk anorganik atau sintetis), nggak ada ceritanya Indonesia swasembada pangan,” katanya.
Ia berpengalaman menggunakan pupuk organik di Subang, Jawa Barat. Pada 2005 ia bisa menghasilkan 19,2 ton GKP (gabah kering panen) per hektar.
“Itu di musim kelima dengan pupuk organik. Tidak murni pakai pupuk organik tapi kombinasi (dengan anorganik),” katanya.
Kios Sarana Pertanian
Waktu tim PT Prima Agro Tech, yaitu Jimmy Lie, Reza Palevi, dan Tria Laga menawarkan untuk memasarkan Decoprima, Huma Top, Metarizep, dan sebagainya yang berbasis organik dan hayati, Usin menantang mereka menjelaskan keunggulannya. Dan membuktikannya di lapangan.
Banyak perusahaan yang datang ke kiosnya agar Usin memasarkan produk-produk organik dan hayati. Tapi mereka tidak bisa menjelaskannya secara detail. “Bagaimana mau pengujian di lapangan, menjelaskannya kurang logis,” cetusnya.
Berbeda dengan tim PT Prima Agro Tech. Selain penjelasannya oke, di lapangan terbukti bagus. Barulah Usin mau memasarkan di kiosnya.
Tapi ia tetap mengatakan tidak cukup hanya menggunakan pupuk organik dan hayati. Ia tetap menggunakan pupuk Urea, SP-36, dan Kalium sebagai pupuk dasar bersama dengan Huma Top.
Usin belum berinvestasi ke lahan sawah, yang di Musi Rawas harganya sekitar Rp400 juta– 500 juta per ha. Ia memilih menyewa lahan saja.
Ia justru berinvestasi pada mesin penggilingan padi yang berkapasitas 5 – 6 ton per siklus. Bahkan pertengahan tahun ini menambah dua unit lagi.
Pengering Vertikal
Pada 2019, dari anggaran Kementerian Pertanian 2018, Kabupaten Musi Rawas mendapat 12 unit bantuan mesin pengering vertikal dari PT Rutan. Salah satu mesin swakelola ini untuk Kelompok Tani Satan Makmur I.
Selama ini ia mengeringkan padi di lantai jemur. Dengan kehadiran mesin pengering vertikal ini, pengeringan padi tak lagi tergantung pada cuaca.
Waktu kedatangan mesin pengeringan gabah merek Crown dan berkapasitas 10 ton, itu ia sempat stres. Akhirnya ia berkoordinasi langsung dengan pimpinan Rutan mengenai pemasangan mesin pengering itu.
Kemudian melalui jalur pertemanan, ia bisa membangun Rumah Pengering Dryer (RPD) yang bagus. “Kok, RPD di Pak Usin rapih banget,” komentar para tamu yang pernah datang.
Untuk meningkatkan kedaulatan pangan, Usin mengusulkan peningkatan pembinaan Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi (PPBT). Teknologi itu, katanya, merupakan salah satu nilai jual yang perlu dipromosikan melalui merek yang pas.
Atas nasihat guru spiritualnya, Tubagus Cecep Gunawan dari Banten, Usin menggunakan bendera Al-Faqih Group sebagai payung bisnisnya.
Wadah lain yang perlu dikembangkan untuk memajukan petani di Indonesia, katanya, adalah Koperasi Serba Usaha (KSU). Buat sistem administrasi yang bagus. Dukung KSU ini dengan website untuk mempromosikan atau mengedukasi para petani yang tergabung di dalam koperasi.
Usin sendiri berterima kasih kepada kakaknya, Eman. Ia menjalankan saran kakaknya. Bertani dan berdagang. Tapi, ia tidak ingin berhasil sendiri. Ia juga ingin petani lain maju seperti dirinya.
Artikel ini pernah dimuat di Majalah AGRINA Edisi 303, September 2019.