Menurut Graham Brookes dari PG Economic Ltd., Inggris, manfaat tambahan penghasilan petani 3 – 4 kali dari setiap tambahan investasi dengan menanam benih transgenik.
Jagung transgenik atau GMO. Ilustrasi.

Seorang teman bercerita. Sebagian besar tempe dan tahu di Indonesia ini terbuat dari kedelai transgenik atau dikenal dengan organisme termodifikasi secara genetik (genetically modified organism atau GMO).

Sebab, sebagian besar kedelai yang digunakan sebagai bahan baku tahu dan tempe di Indonesia diimpor dari Amerika Serikat. Padahal, sebagian besar kedelai di Negeri Paman Sam tersebut adalah GMO.

Seorang pengrajin tahu dan tempe mengatakan, jika bahan bakunya kedelai impor, tahu dan tempe yang dihasilkan lebih banyak dari kedelai lokal sehingga menguntungkan pengrajin. Jika menggunakan kedelai lokal, hasilnya relatif sedikit. Meski demikian, kedelai lokal sangat bagus diolah menjadi tahu Sumedang.

Jadi, sebenarnya, rakyat Indonesia sudah menikmati produk rekayasa genetik (PRG) dengan memakan tahu dan tempe berbahan baku kedelai dari Amerika Serikat.

Tahu dan tempe ini makanan rakyat. Hampir sebagian besar rumah tangga di Indonesia menghidangkan tahu dan tempe sebagai salah satu menunya.

Di sisi lain, seorang teman yang lain menentang petani di Indonesia menanam jagung menggunakan benih transgenik. Menurut sang teman, mengonsumsi PRG membahayakan kesehatan. Padahal, sejak 1996, saat dimulainya penanaman tanaman transgenik, sampai sekarang konsumen PRG aman-aman saja.

Kontradiksinya, teman yang menentang penanaman tanaman transgenik tersebut justru sangat senang memakan tahu dan tempe yang diproduksi menggunakan kedelai transgenik yang diimpor dari Amerika Serikat. Sampai sekarang, teman tersebut segar bugar.

Persoalannya, apakah kita ingin menjadi pengimpor PRG atau penanam tanaman transgenik dengan benih transgenik, yang menghasilkan PRG tersebut? Jika kita menanam benih transgenik tersebut di Indonesia, maka nilai tambah budidaya tanaman transgenik tersebut dapat dinikmati oleh jutaan petani di Indonesia.

Tetapi, jika kita terus-menerus menentang penanaman tanaman transgenik, sementara boleh mengimpor PRG, hal ini berarti nilai tambah budidaya tanaman transgenik tersebut dinikmati petani di luar negeri.

PRG merupakan organisme hidup, bagian-bagiannya, dan atau hasil olahannya yang mempunyai susunan genetik baru dari hasil penerapan bioteknologi (biotek) modern. PRG tersebut bisa berasal dari hewan atau tanaman transgenik. Pada tulisan ini fokus pada pangan yang berasal dari tanaman transgenik.

Pangan PRG atau lebih dikenal dengan pangan transgenik atau pangan biotek merupakan pangan yang diproduksi atau menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik. Rekayasa genetik adalah salah satu teknologi dalam bioteknologi modern.

Bioteknologi modern

Bioteknologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari organisme (seperti bakteri, virus, cendawan, dan lainnya) dan produk-produk organisme tersebut (enzim, alkohol, antibiotik, dan asam organik) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia.

Sekarang perkembangan bioteknologi demikian pesat. Tidak hanya didasarkan pada ilmu biologi tetapi juga kimia, biokimia, komputer, genetika, matematika, dan sebagainya. Jadi, bioteknologi merupakan ilmu terapan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa yang berguna bagi manusia.

Menurut Prof. Antonius Suwanto, Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB Bogor, penerapan bioteknologi secara konvensional sudah lama dilakukan dengan teknik dan teknologi yang sederhana. Misalnya dalam proses fermentasi anggur, pembuatan tapai, dan pembuatan tempe.

Hal itu dikatakan Antonius pada webinar Peranan Bioteknologi dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia, Jumat, 27 November 2020, yang dilaksanakan IndoBic bekerjasama dengan Seameo Biotrop, KTNA, PBPI, dan didukung ISAAA (International Service for Acquisition of Agri-biotech Application).

Pada bioteknologi modern, tambah Antonius, pemanfaatan organisme tersebut sudah dilakukan pada tingkat seluler maupun molekuler dengan didukung teknologi yang canggih.

Tanaman biotek di Indonesia

Menurut Dr. Irdika Mansur, Direktur Seameo Biotrop, penelitian dan pengembangan tanaman biotek meliputi rekayasa genetik untuk mendapatkan bibit unggul, identifikasi dan kloning gen ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta kultur jaringan tanaman untuk perbanyakan bibit yang unggul.

Dalam penelitian rekayasa genetik, menurut Irdika, Biotrop sudah berhasil menstransformasi rumput laut dengan menggunakan perantara organisme Agrobacterium tumefaciens untuk mendapatkan rumput laut yang tahan terhadap hiposalin (salinitas rendah). Penelitian tersebut dilakukan oleh Dr. Erina Sulistiani.

Untuk kultur jaringan, Biotrop sudah mengembangkan pembibitan tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti kayu jati, jabon, sengon, chestnut (sejenis kacang), talas satoimo, gaharu, kayu putih, dan beberapa tanaman lokal yang langka.

“Bibit tanaman yang diproduksi di laboratorium kultur jaringan memiliki tingkat kematian yang sangat rendah,” kata Irdika pada webinar tersebut di atas.

Kultur jaringan tanaman merupakan suatu metode mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan, atau organ (daun, petal atau daun mahkota, batang, akar, mata tunas, dan meristem) dan menumbuhkannya dalam kondisi aseptik (bebas dari organisme penyebab penyakit) dalam media buatan.

Kemudian bagian-bagian tanaman tersebut memperbanyak diri dan beregenerasi kembali menjadi tanaman yang lengkap seperti tanaman induknya.

Keunggulan bibit hasil kultur jaringan antara lain, pertama, penyediaan bibit dapat diprogram sesuai dengan jadwal dan jumlah kebutuhan. Kedua, sifat unggul tanaman induk tetap dimiliki oleh tanaman hasil perbanyakan dengan kultur jaringan.

Ketiga, bibit bebas hama dan penyakit karena diperbanyak dalam keadaan aseptik dari tanaman sehat. Keempat, bibit atau bahan tanaman yang dihasilkan mempunyai tingkat keseragaman yang relatif tinggi.

Tebu toleran kekeringan

PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI bekerjasama dengan Universitas Jember dan Ajinomoto sudah berhasil mengembangkan tebu transgenik toleran kekeringan NXI-4T. Tebu PRG toleran kekeringan tersebut dihasilkan melalui transformasi genetik di Laboratorium Bioteknologi PTPN XI sejak 1999.

Materi genetik yang digunakan untuk merakit tebu transgenik toleran kekeringan NXI-4T ini adalah gen betA yang menyandikan enzim choline dehydrogenase (CDH) dan dirancang dalam plasmid pMLH 2113.

Di Asia, menurut Rhodora R. Aldemita dari ISAAA, pertama kalinya Indonesia menanam tebu transgenik toleran kekeringan.
Rhodora R. Aldemita dari International Services for the Acquisition of Agri-biotech Application (ISAAA).

Sekuen gen betA yang digunakan berasal dari bakteri Rhizobium meliloti. Gen betA dikendalikan promoter DNA 35S-CaMV dan gen penanda ketahanan terhadap antibiotik higromisin. Konstruksi pMLH 2113 yang mengandung gen betA ditransformasikan ke sel bakteri Agrobacterium tumefaciens galur LBA4404

Bakteri Agrobacterium tumefaciens akan mengantarkan plasmid tersebut ke dalam sel tanaman tebu melalui mekanisme tertentu sehingga sifat-sifat yang dikonstruksi di dalam plasmid tersebut dapat diekspresikan oleh tanaman tebu. Dari sinilah kemudian dihasilkan tebu NXI-4T yang toleran kekeringan.

Menurut Nurmala Darsono dari PTPN XI, tebu PRG toleran kekeringan NXI-4T telah lolos uji keamanan hayati (keamanan lingkungan, pangan, dan pakan). Selain itu sudah mendapat pelepasan dan perlindungan varietas dari Kementerian Pertanian. Sejak 2019, PTPN XI sudah mempunyai kebun bibit NXI-4T yang bersertifikat.

Produktivitas tanaman tebu di lahan kering cenderung rendah, sekitar 63 ton tebu per hektar dan rendemen 7,82%. Untuk di lahan sawah sekitar 89 ton dengan rendemen 8,18%. Hal itu dikatakan Nurmala dalam webinar Peranan Bioteknologi dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia, Kamis, 3 Desember 2020.

Dengan menanam bibit tebu NXI-4T, produktivitas tebu di lahan kering sekitar 79,2 ton tebu per hektar dan rendemen sekitar 8,50%. Tebu transgenik NXI-4T ini cocok ditanam di lahan kering, yaitu kurang air, evaporasi tinggi, suhu udara tinggi siang hari, kelembaban rendah, pH rendah, dan nutrisi tanah rendah.

Dari hasil penelitian tersebut di atas, menurut Nurmala, produktivitas biomassa NXI-4T menunjukkan kinerja stabil di lahan kering. Di lahan sawah tetap baik, tetapi biomassanya lebih rendah dari tetuanya sehingga tidak disarankan ditanam di lahan sawah. Minat petani sangat tinggi terhadap bibit NXI-4T.

Boleh dikatakan, tebu toleran kekeringan NXI-4T merupakan tanaman transgenik komersial yang sudah dapat ditanam petani tebu. Bukan hanya petani di Indonesia yang berminat menanam tebu NXI-4T, tetapi juga petani tebu di India.

Adopsi tanaman biotek

Menurut Dr. Rhodora R. Aldemita dari International Service for Acquisition of Agri-biotech Application (ISAAA), sejak 1996 (tahun dimulainya adopsi tanaman biotek di dunia) sampai 2018 sudah 70 negara mengadopsi (menerima) tanaman biotek, baik melalui impor PRG maupun budidaya tanaman biotek.

Dari 70 negara tersebut, 26 negara (22 negara berkembang dan 4 negara industri) telah menanam tanaman biotek 191,7 juta hektar. Dari 191,7 juta hektar, sekitar 88,6 juta ditanam di Amerika Serikat, Brazil, Argentina, Kanada, dan India. Sisanya, 103,1 juta hektar di negara berkembang, di luar Brazil, Argentina, dan India.

Indonesia tergolong negara pengimpor PRG dan pertama kalinya sebagai negara penanam tebu PRG toleran kekeringan.

Adopsi tanaman biotek oleh petani secara terus-menerus di seluruh dunia menunjukkan bahwa tanaman biotek terus membantu menjawab tantangan global, yaitu kelaparan, malnutrisi, dan perubahan iklim.

“Teknologi rekayasa genetik sudah berkontribusi meningkatkan hasil dan mengurangi kerugian, serta berkontribusi pada ketersediaan pangan bagi lebih banyak keluarga,” kata Aldemita pada webinar Peranan Bioteknologi dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia, Jumat, 27 Nopember 2020.

Tanaman transgenik yang banyak ditanam di dunia adalah kedelai, kapas, jagung, dan kanola.

Pada 2018, dari 123,5 juta hektar kedelai, sekitar 78% di antaranya tanaman transgenik. Dari 32,9 juta hektar kapas, sekitar 76% adalah tanaman transgenik. Dari 197,2 juta hektar jagung, sekitar 30% di antaranya tanaman transgenik. Dan dari 34,7 juta hektar tanaman kanola, sekitar 29% tanaman transgenik.

Di Asia, menurut Aldemita, pertama kalinya Indonesia menanam tebu transgenik toleran kekeringan.

Bagaimana dengan dampak sosial ekonomi terhadap adopsi tanaman biotek di dunia?

Pada tahun 2018, menurut Dr. Graham Brookes dari PG Economics Ltd., Inggris, petani di negara berkembang menerima US$ 4,42 dari setiap tambahan investasi US$ 1 untuk mendapatkan benih tanaman rekayasa genetik.

Peningkatan panen tanaman biotek melalui perbaikan pengendalian hama dan penyakit.
Graham Brookes dari PG Economics Ltd., Inggris.

Sementara di negara industri, kata Brookes, petani mendapatkan tambahan penghasilan US$ 3,42 dari setiap tambahan investasi US$ 1 untuk mendapatkan benih tanaman rekayasa genetik. Jadi, meski benih transgenik relatif mahal, tetapi manfaat tambahan penghasilan petani 3 – 4 kali dari tambahan investasi.

Pada rentang waktu 1996 – 2018, berkat penanaman tanaman transgenik, terjadi peningkatan pendapatan pertanian global US$ 225 miliar atau sama dengan peningkatan pendapatan rata-rata US$ 96,7 per ha.

Menurut Brookes, peningkatan panen tanaman biotek melalui perbaikan pengendalian hama dan penyakit. Misalnya tanaman biotek tahan serangga (IR) jagung dan kapas. Antara 1996 – 2018, peningkatan hasil panen jagung IR (jagung GMO) rerata 16,5% dan kapas IR 13,7% dibandingkan produksi konvensional.

Sedangkan petani yang menanam kedelai IR secara komersial di Amerika Selatan, menurut Brookes, menikmati peningkatan hasil rata-rata 9,4% sejak tahun 2013 dibandingkan produksi konvensional.

Karena itulah, menurut Winarno Tohir, Ketua Umum KTNA dalam webinar Peranan Bioteknologi dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia, Kamis, 17 Desember 2020, petani di Indonesia sangat mengharapkan masuknya bioteknologi agar kesejahteraan petani meningkat seperti petani di negara lain.

Winarno menganalogikan dengan Ethiopia, Afrika, yang pernah dibantu petani Indonesia, pada saat negara tersebut dilanda kelaparan. Pada tahun 2020, Ethiopia urutan ke-12 Negara Adidaya Pertanian dan Ketahanan Pangan versi Food Sustainability Index (FSI), sementara Indonesia pada urutan yang ke-21.

“Hal ini menandakan Indonesia tertinggal jauh dibandingkan negara di Afrika menerapkan teknologi. Petani di Indonesia sangat mengharapkan masuknya bioteknologi agar kesejahteraan petani meningkat seperti di negara-negara lain yang lebih dulu menerapkan teknologi yang difasilitasi negaranya,” katanya.

Winarno adalah salah seorang petani di Indonesia yang sangat mendorong petani menerapkan teknologi, termasuk menanam tanaman biotek. Tetapi, Sabtu, 6 Februari 2021, Winarno dipanggil Allah SWT. Semoga, semakin banyak petani yang mendorong penanaman tanaman biotek di Indonesia.

Sosialisasi melalui YouTube

Banyak manfaat menanam tanaman biotek. Misalnya meningkatkan hasil, mengurangi kerugian, dan menyediakan pangan untuk keluarga. Biotek dapat mengatasi malnutrisi, kelaparan, dan perubahan iklim. Karena itu, sudah saatnya petani di Indonesia menanam tanaman biotek seperti keinginan banyak petani.

Tetapi banyak rakyat di Indonesia yang menolak menanam tanaman biotek dengan alasan PRG yang dihasilkan dari tanaman biotek berbahaya bagi kesehatan. Di sisi lain, banyak rakyat di Indonesia yang sudah menikmati PRG seperti tahu dan tempe yang bahan bakunya kedelai impor dari Amerika Serikat.

Persoalannya, apakah kita hanya ingin menjadi pengimpor PRG atau penanam tanaman biotek untuk menghasilkan PRG? Jika kita mengimpor, berarti nilai tambah budidaya tanaman PRG dinikmati petani di luar negeri. Jika kita menanam, nilai tambah budidaya tanaman PRG dinikmati petani di Indonesia.

YouTube merupakan media sosial yang ampuh untuk sosialisasi tanaman biotek.
Tiga akun YouTube teratas yang membahas bioteknologi pertanian yang dicari dengan kata kunci “bioteknologi pertanian”.

Dari pengalaman adopsi tanaman biotek di dunia sejak 1996, semua berjalan dengan baik dan lancar. Karena itulah diperlukan sosialisasi secara terus-menerus kepada masyarakat dengan pesan sederhana tentang manfaat menanam tanaman biotek serta keamanan dan kesehatan dalam mengonsumsi PRG.

YouTube merupakan salah satu media sosial yang sangat ampuh dalam menyosialisasikan pesan manfaat serta keamanan dan kesehatan mengonsumsi PRG yang dihasilkan dari tanaman biotek. Menurut data ComScore, September 2020, jumlah pengunjung unik YouTube di Indonesia sekitar 93 juta per bulan.

Memang sudah banyak akun YouTube yang menyajikan informasi manfaat serta keamanan dan kesehatan mengonsumsi PRG. Tetapi diperlukan akun yang terpercaya yang kontennya mudah dipahami masyarakat awam. Pesan kontennya sederhana, bermanfaat, terpercaya, akurat, dan menghibur penonton.

Kontennya evergreen, yang bermanfaat sepanjang masa. Kalaupun ada pembaruan konten, paling karena perkembangan teknologi. Misalnya, kisah sukses petani yang menanam tanaman biotek di negara lain. Kisah sukses negara yang berhasil meningkatkan ketahanan pangan setelah menanam tanaman biotek.

Melalui akun YouTube yang fokus pada sosialisasi manfaat serta keamanan dan kesehatan mengonsumsi PRG, maka diharapkan terbentuk komunitas yang mendukung penanaman tanaman biotek di Indonesia. Dengan demikian, semakin besar masyarakat Indonesia yang mempunyai persepsi positif terhadap PRG.

Dengan judul, deskripsi, tag (label), kata kunci, dan konten yang mudah dimengerti awam melalui YouTube, diharapkan komunitas ini kian besar sehingga memudahkan adopsi tanaman biotek di Indonesia. Dengan cara demikian, penonton mudah menemukan konten tersebut pada mesin pencari YouTube dan Google.

Menanam tanaman biotek sudah terbukti manfaatnya dalam mendukung ketahanan pangan. Petani di luar negeri sebagai penanam tanaman biotek sudah merasakan nikmatnya melalui peningkatan pendapatan.

Karena itulah, sesuai spirit Winarno Tohir, agar petani di Indonesia menanam tanaman biotek dengan fasilitas negara sehingga dapat mendukung ketahanan pangan. Kita jangan hanya menjadi pengimpor PRG, tetapi juga menjadi produsen tanaman biotek agar petani di Indonesia menikmati nilai tambahnya.

Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com