AGRIKAN.ID – Maggot BSF merupakan larva lalat tentara hitam (black soldier fly larvae atau BSFL). Biasanya, tahap larva ini selama 13-21 hari setelah menetas dari telur. Kemudian larva memasuki tahap prakepompong sekitar 7 hari, tahap kepompong 10-30 hari, dan tahap lalat dewasa 5-8 hari.
Lalat BSF (Hermetia illucens) ini panjangnya sekitar 16 mm. Didominasi warna hitam dengan refleksi metalik, mulai dari biru hingga hijau di dada. Terkadang, ujung perutnya berwarna kemerahan. Kepalanya lebar dengan antena yang panjang. Kakinya berwarna hitam dengan tarsis keputihan. Sayapnya bermembran. Saat istirahat, sayapnya dilipat horizontal di perut dan tumpang tindih.
Lalat dewasa betina dan laki-laki akan kawin. Setelah kawin, lalat laki-laki mati, sementara yang betina bertelur beberapa hari setelah kawin. Jumlah telurnya sekitar 500 butir per ekor. Setelah bertelur, lalat betina juga ikut mati. Pada hari keempat, telur menetas menghasilkan maggot BSF.
Jika dihitung dari larva sampai menjadi lalat, siklus hidup lalat BSF ini 35-63 hari. Tetapi jika fase hidupnya dihitung dari telur, larva, prakepompong, kepompong, sampai lalat dewasa, rentang waktunya 39-67 hari. Namun, pada umumnya, siklus hidup lalat tentara hitam ini sekitar 40 hari.
Pada tahap maggot inilah dimanfaatkan untuk mengurai sampah organik. Sebab, sampah organik, terutama limbah sayuran dan buah-buahan, merupakan pakan nikmat larva BSF. Rasionya sekitar 1:4. Maksudnya begini. Setiap satu kg maggot BSF membutuhkan pakan empat kg sampah organik.
Bayangkan, semakin banyak larva BSF yang dibudidayakan, semakin banyak sampah organik yang bisa diolah. Istilah teknisnya adalah biokonversi sampah organik dengan menggunakan maggot BSF.
Selain biokonversi sampah organik, maggot yang sudah mencapai ukuran sedang (berumur 17 hari sejak menetas dari telur) bisa dimanfaatkan untuk pakan unggas dan ikan. Sementara bekas kotoran maggot (kasgot) atau dikenal dengan kompos, bisa digunakan untuk menyuburkan lahan pertanian.
Apa itu sampah organik
Sampah, baik organik maupun anorganik, merupakan hasil kegiatan manusia sehari-hari sebagai proses alam. Sampah organik dari sisa makhluk hidup atau alam dan dapat terurai secara alami, sedangkan sampah anorganik dari benda tak hidup dan tidak semuanya mudah terurai kembali.
Berdasarkan sumbernya, sampah organik terbagi lima. Pertama, sampah sisa makanan seperti cangkang telur, bonggol sayuran, kulit buah-buahan, tulang ikan, tulang ayam, dan makanan sisa.
Di sini kita mengenal istilah food waste dan food loss. Food loss adalah sampah dari bahan pangan seperti sayuran, buah-buahan, dan makanan masih mentah tapi sudah tidak bisa diolah, sedangkan food waste merupakan makanan siap dikonsumsi, namun dibuang.
Kedua, sampah taman. Sampah ini dari taman atau pekarangan rumah atau kantor seperti daun, pohon, ranting, dan rumput sisa pemangkasan. Ketiga, sampah pertanian seperti batang jagung, sekam padi, dan daun. Keempat, sisa hewan ternak seperti kotoran sapi dan kambing. Kelima, sampah dari bagian tubuh seperti potongan kuku dan rambut manusia serta bulu atau kulit hewan.
Di Jakarta, tahun 2023, jumlah sampah sekitar 3,14 juta ton atau 8.603 ton per hari. Dari jumlah ini, sampah organik sekitar 40%. Yang digunakan untuk pakan maggot BSF adalah sampah organik dari rumah tangga, warung, kafe, restoran, hotel, dan pasar seperti nasi, sayuran, dan buah-buahan.
Misalnya budidaya maggot BSF di rumah Letkol (Purn) Suwardi, Ketua Rukun Warga (RW) 06 di Komplek Palad TNI Angkatan Darat di Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, Jakarta. Selain dari rumah tangga, sampah organik dipilah dan dikumpulkan dari Pasar Cakung.
Tetapi kemudian Akbarreza Saiditiansyah, putra pertama dari empat bersaudara dari pasangan Suwardi dan Ike Christianingrum, memilih sampah organik dari hotel, rumah sakit, dan perusahaan. Kalau dari pasar, sayuran itu ada yang kandungan pestisidanya tinggi. “Maggot BSF itu bisa mati kalau makan sayuran yang kandungan pestisidanya tinggi,” kata pengelola budidaya maggot itu.
Mendukung program pengelolaan sampah di Jakarta
Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta, pada tahun 2018, mempunyai program pengelolaan sampah. Salah satu cara mengolah sampah organik, Pemda mengajak warga melakukan budidaya larva BSF. Sebagai Ketua RW 06 Cakung Barat, Suwardi mengikuti pertemuan sosialisasi di Kantor Kelurahan.
“Sebagai Ketua RW, saya ikut petunjuk pemerintah,” kata Suwardi, ketika ditemui di rumahnya di RT 02 RW 06 di Komplek Palad TNI Angkatan Darat di Cakung Barat. Dibuatlah Koperasi Bank Sampah.
Setelah belajar dari buku dan YouTube, Suwardi melihat budidaya maggot ini sebuah peluang usaha. Di satu sisi untuk biokonversi sampah organik dengan maggot, dan disisi lain ada nilai ekonominya.
Kemudian ia meminta putranya, Akbarreza Saiditiansyah, lulusan Universitas Sahid, Jakarta, untuk mengembangkan budidaya larva BSF. “Anak saya kursus untuk budidaya maggot BSF,” katanya.
Meski lulusan Jurusan Komunikasi, kelahiran Semarang, 16 Februari 1988 itu tertarik budidaya maggot BSF karena melihat peluang bisnisnya. “Saya tertarik karena peluang bisnisnya,” katanya.
Setelah itu keluarga Suwardi membuat kandang lalat dewasa BSF, kandang penetasan telur, dan biopond (kotak pembesaran maggot) di belakang rumah. Jumlah biopondnya 100 unit. Di biopond inilah maggot diberi pakan sampah sayuran dan buah-buahan yang sudah dicacah dengan mesin.
Pada tahap awal, untuk mendapatkan bibit lalat dewasa BSF, Akbarreza membeli satu gram telur lalat BSF dengan harga sekitar Rp20.000. Setelah menetas, sekitar 60% dibesarkan sampai tahap larva dan sekitar 40% sampai tahap lalat dewasa. Jadi, begitulah sirkulasi budidaya maggot ini.
Nah, Pemda Jakarta perlu mendukung warga budidaya maggot. Selain lahan dan kandang, budidaya larva ini juga membutuhkan mesin pencacah, alat pemanen maggot, dan mesin pengering maggot.
“Mesin pencacah sampah organik agar maggot BSF makan yang sudah halus. Sayuran yang datang ke kandang kami cacah. Mesin cacah kami beli seharga Rp6 juta dari kantong pribadi,” kata Suwardi.
Nilai ekonomi budidaya maggot BSF di Cakung Barat
Budidaya maggot di Gubuk Larva RW 06 di Cakung Barat ini, dimulai akhir 2018. Pada setiap pekan, menurut Akbarreza Saiditiansyah, bisa dipanen sekitar 600 kg maggot BSF hidup atau setara 200 kg maggot kering. Pengeringan maggot tersebut secara tradisional, menggunakan oven dan microwave.
Dengan berat larva BSF seperti itu, dibutuhkan sampah organik untuk pakan larva sekitar 2,4 ton per pekan. Berkat ketangguhan mengonversi sampah organik dengan menggunakan maggot BSF, pada tahun 2023 Akbarreza meraih penghargaan SATU Indonesia Awards dari PT Astra International Tbk.
SATU Indonesia Awards merupakan apresiasi Astra bagi anak bangsa yang telah berkontribusi untuk mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan melalui bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi. Akbarreza meraih penghargaan di bidang Lingkungan.
Dalam mengelola Gubuk Larva RW 06, Akbarreza tidak sendiri. Ia mendapat dukungan warga di RW 06 dan dibantu lima karyawan. Dengan harga maggot kering sekitar Rp40.000 per kg, berarti Akbarreza dan karyawannya berpotensi mengantongi penghasilan sekitar Rp8 juta per pekan.
Penghasilan Gubuk Larva RW 06 ini bukan hanya dari penjualan maggot, tetapi juga dari kasgot. Dengan hasil kasgot 250 kg per pekan, bisa dikantongi penjualan kompos ini sekitar Rp250 ribu.
Menurut Akbarreza, hasil penjualan maggot dan kasgot tersebut digunakan untuk menutup biaya operasional, membayar karyawan, dan menyisihkan pengembalian modal yang telah dikeluarkan.
Bayangkan, jika di 2.744 RW di Jakarta berkembang budidaya maggot BSF setara di RW 06 Cakung Barat, maka biokonversi sampah organik bisa mencapai 6.586 ton per pekan. Jadi, bisa menguragi volume angkut sampah ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu di Bantargebang, Kota Bekasi.
Bukan hanya itu. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) itu juga bisa menciptakan lapangan kerja di Jakarta. Penciptaan lapangan kerja ini sejalan dengan program Presiden Prabowo Subianto.
Budidaya maggot BSF untuk ketahanan pangan
Selama ini, Gubuk Larva RW 06 mengandalkan pasokan sampah organik dari pihak ketiga. Tetapi kemudian, pihak ketiga tidak bisa lagi memasok sampah organik. “Hal ini mengganggu produksi maggot BSF kami,” kata Akbarreza, ketika ditemui di Cakung Barat, Sabtu, 26 Oktober 2024.
Akhirnya, keluarga Suwardi memutuskan menghentikan budidaya maggot di Gubuk Larva RW 06 sejak Maret 2024. Padahal, tahun 2022, Akbarreza pernah mendapat penghargaan dari Pemda Jakarta sebagai yang terbaik dalam melakukan biokonversi sampah organik dengan maggot BSF.
Bukan hanya itu. Gubuk Larva RW 06 pernah dikunjungi Prof. Abdul Aziz dari Universitas Alexandria, Mesir. Ahli nutrisi itu datang bersama istri dan anak-anaknya. Mereka ingin membantu usaha untuk budidaya maggot. “Mereka ingin membantu pemasaran maggot BSF ke Mesir,” kata Akbarreza.
Abdul Aziz tertarik maggot yang dikembangkan Akbarreza ini karena kualitasnya bagus. Tetapi karena termasuk Penanaman Modal Asing, jadi aturannya lebih ketat. Akibatnya, Abdul Aziz belum bisa bekerja sama mengembangkan maggot ini. “Sabar ya,” kata Abdul Aziz kepada Akbarreza.
Tetapi, pada pertengahan tahun 2024, Akbarreza mendapat tawaran sebuah perusahaan di Sentul, Bogor, Jawa Barat, untuk mengembangkan budidaya maggot BSF secara terintegrasi. Selain budidaya maggot, dilengkapi juga dengan kandang ayam kampung, kolam ikan, dan lahan untuk pertanian.
Pada tahap awal, kapasitas produksi maggot hidup sekitar 600 kg per pekan. Maggot ini tidak untuk dijual tetapi digunakan untuk pakan ayam kampung dan ikan. Kasgot yang dihasilkan untuk menyuburkan lahan pertanian. “Konsepnya terintegrasi untuk ketahanan pangan,” kata Akbarreza.
Kolaborasi, menurut Akbarreza, memang diperlukan untuk budidaya maggot secara terpadu. Dengan kolaborasi antara pemerintah, swasta, usaha negara, dan masyarakat, diharapkan pengembangan budidaya maggot BSF secara terintegrasi dapat mendukung program ketahanan pangan nasional.
Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com
Referensi:
- JaKita, Sarana Informasi Pemerintah DKI Jakarta, edisi 02 Tahun 2024.
- Heny Agustin dkk. 2023. Kandungan Nutrisi Kasgot Larva Lalat Tentara Hitam (Hermetia illucensi) sebagai Pupuk Organik. JIPI 25(1), 12-18 (2023).
- Nur Ulina Warnisyah Sebayang dkk. Empowerment of Farmer Group in Bioconversion of Organic Waste Management with Utilization of Black Soldier Fly Larvae Become Organic Fertilization “Kasgot”. Abdimas Talenta: Jurnal Pengadian Kepada Masyarakat, Vol 7, No. 1, 2022, hal 275-284.
- Riset informasi di opininews.id, reporter.id, jakita.jakarta.go.id, com, researchgate.net, unair.ac.id, pkgm.fk.ugm.ac.id, zerowaste.id, aliansizerowaste.id, distanpangan.baliprov.go.id, uptdtpaganet.dlh.tanjungpinangkota.go.id, mediacenter.temanggungkab.go.id, dan timenews.co.id.
Lihat Ebook: Panduan Praktis Menulis Artikel