AGRIKAN.ID – Apakah kondisi di Indonesia saat ini sedang menghadapi darurat pangan? Bisa jadi ya.
Bayangkan. Pada tahun 2024 ini, menurut Ismariny, Indonesia bisa mengimpor beras sampai 6 juta ton untuk menjaga ketahanan pangan nasional.
Bandingkan dengan impor beras tahun 2022,yang sekitar 429 ribu ton dan tahun 2023 sekitar 3 juta ton.
“Sampai akhir tahun ini (2024) kita bisa impor beras 6 juta ton,” kata Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, itu, Rabu, 31 Juli 2024.
Hal itu dikatakan Ismariny pada sarasehan “Pertanian Berkelanjutan dan Adopsi Teknologi Modern” yang diselenggarakan Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP), Kementerian Pertanian, dan CropLife Indonesia (CLID), di Menara Mandiri Assembly Hall, Jakarta.
Perubahan iklim merupakan salah satu penyebab turunnya produksi pangan di dalam negeri sehingga kita perlu mendatangkan beras dari luar negeri untuk menjaga ketahanan pangan nasional.
Lihat juga: Adopsi benih bioteknologi
Sebagai ilustrasi, menurut Y. Bayu Krisnamurthi, produksi beras nasional Januari – April 2024 turun 17,74% menjadi 18,55 juta ton dibanding periode yang sama tahun 2023, yang sekitar 22,50 juta ton.
“Tanpa pemanfaatan teknologi, kami memproyeksikan di tahun 2050 jumlah produksi beras akan turun 20%, namun harga akan naik 20%,” kata Direktur Utama Perum Bulog itu, yang menyampaikan materinya pada sarasahen tersebut melalui rekaman video. Kutipan itu dipetik dari rilis sarasehan.
Pada saat ini, beberapa negara juga mengalami penurunan produksi pangan sehingga mereka lebih mengamankan produksinya untuk kebutuhan di dalam negerinya sehingga impor beras bisa sulit.
“Situasi saat ini, beberapa negara mengamankan pangannya sendiri. Belum tentu untuk memberikan pangannya dibeli,” kata Yusra Egayanti, Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), yang menyampaikan sambutan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi.
Penggunaan benih bioteknologi, yang biasa dikenal dengan benih PRG (Produk Rekayasa Genetik), merupakan salah satu alternatif memenuhi kebutuhan pangan nasional dari produksi domestik.
Pemanfaatan benih PRG
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Presiden Jokowi berharap pemanfaatan tanaman PRG menjadi salah satu alternatif teknologi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pangan.
“Karena bioteknologi transgenik global mempunyai dampak positif, antara lain perbaikan produksi, perlindungan keanekaragaman hayati, ramah lingkungan, pengurangan penggunaan (pestisida) dan mempunyai keandilan dalam menuntaskan kemiskinan di berbagai negara,” kata Leli Nuryati.
Hal itu disampaikan Kepala PPVTPP, Kementerian Pertanian, itu dalam sarasehan.
“Perlu diketahui, kami telah melepas 10 varietas PRG. Dari 10 varietas itu, 8 jagung, 1 kentang, dan 1 tebu,” kata Leli.
“Mudah-mudahan diikuti (dengan pelepasan varietas PRG) beberapa komoditas yang lain, tentunya pangan pokok, beras,” kata Yusra.
Lihat juga: 8 Varietas jagung hibrida PRG
“Semoga kita (bisa) memperkuat kolaborasi untuk memperkuat penerapan dan adopsi bioteknologi di Indonesia untuk memperkuat ketahanan pangan,” kata Yusra.
“Oleh karena itu, bagaimana ke depan kita bersama-sama memanfaatkan varietas-varietas unggul baru PRG ini untuk dapat mendorong peningkatan produksi pangan di Indonesia, dan mudah-mudahan dapat diterima masyarakat, dan mendorong peningkatan (pendapatan) petani,” kata Leli.
Peningkatan produksi tersebut, menurut Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat Pengujian Standardisasi Istrumen Perkebunan, Badan Standardisasi Instrumen Pertanian, Kementerian Pertanian, perlu didukung dengan peningkatan standar mutu sejak benih, pengolahan tanah, sampai dengan panen.
“(Dengan) peningkatan kualitas, kita harapkan dapat meningkatkan harga (komoditas), produksi, dan kesejahteraan petani,” kata Boga Andri, yang menyampaikan materinya dalam sarasehan.
Kesejahteraan petani
Benih merupakan salah satu kendaraan teknologi bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Dengan menanam benih PRG, diharapkan petani dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.
Benih PRG, menurut Agustine Christela Melviana, bisa tahan terhadap hama dan penyakit, toleran terhadap herbisida berbahan aktif glifosat sehingga lebih mudah mengatasi gulma, dan tahan terhadap cekaman lingkungan.
Jangan heran, jika produktivitas relatif tinggi dengan menanam benih PRG dibandingkan non-PRG.
“Kalau benih PRG bermanfaat, mengapa Indonesia belum mengadopsi benih bioteknologi,” kata Biotech and Seeds Lead CropLife Indonesia itu dalam sarasehan.
Lihat juga: Benih jagung bioteknologi
Sebagai ilustrasi. Potensi hasil benih jagung hibrida konvensional pada saat ini sekitar 12-13 ton pipilan kering per hektare. Tetapi dalam realisasinya, sekitar 5,80 ton jagung pipilan kering (JPK).
Mengapa?
Karena, menurut Agustine, jagung hibrida konvensional kurang tahan terhadap hama dan penyakit, kurang toleran terhadap herbisida berbahan aktif glifosat sehingga lebih sulit untuk mengatasi gulma, dan kurang tahan terhadap cekaman lingkungan sehingga produktivitasnya kurang maksimal.
Dengan menanam jagung hibrida PRG, menurut Agustine, diharapkan produktivitas dapat meningkat, katakanlah 10%, sehingga hasilnya menjadi 6,38 ton JPK per hektare.
Dengan harga JPK dengan kadar air 15% sekarang ini sekitar Rp4.000 per kg, maka petani bisa mengantongi tambahan penghasilan sekitar Rp2,32 juta per hektar per musim tanam.
Di Filipina dan Vietnam, menurut Agung Kurniawan, dengan menanam benih jagung hibrida PRG, produktivitasnya bisa meningkat sampai 30%.
“Pencapaian (tersebut) menunjukkan potensi besar bioteknologi dalam memperkuat ketahanan pangan dan kesejahteraan petani,” kata Direktur Eksekutif CropLife Indonesia itu.
“Kami berharap, sinergi antara berbagai pihak ini dapat mendorong pengembangan dan komersialisasi benih bioteknologi di pasar, sehingga para petani dapat merasakan dampak positif yang sama seperti di negara-negara lain,” katanya.
Dengan pemanfaatan benih PRG, diharapkan Indonesia bisa mengatasi darurat pangan. Ketahanan pangan nasional bisa terjaga dari produksi domestik, dan bukan dari produksi di luar negeri (impor).
Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com
Lihat Ebook: Panduan Praktis Menulis Artikel