Menampilkan wajah persapiperahan dan persusuan yang optimistis.
Berbagai produk susu bermerek berbasis potensi lokal. Sumber: Deddy Fachruddin Kurniawan.

Tulisan ini agrikan.id sadur dari postingan drh. Deddy Fachruddin Kurniawan di akun FB-nya, 3 Juni 2020.

Blog agrikan.id sudah mendapat izin dari Managing Director Dairy Pro Indonesia, konsultan persapiperahan dan persusuan di Batu, Malang, Jawa Timur, itu.

Tapi angle (sudut pandang) penulisan agrikan.id adalah dunia persapiperahan dan persusuan di Indonesia yang sedang berubah dan mulai menampilkan wajah optimistis.

Wajah negara maju

Hari Susu Nusantara (HSN) dan juga Hari Susu Sedunia, yang diperingati setiap 1 Juni, dapat dijadikan sebagai momentum untuk menciptakan inspirasi dan menggerakkan para pegiat susu untuk hal-hal yang positif.

Mari kita belajar dari negara-negara lainnya di bidang persusuan ini. Silakan bandingkan antara negara terbelakang, negara berkembang, dan negara maju.

Anda akan terkejut dengan gambar-gambar yang muncul di halaman pertama pada saat Anda googling.

Tema foto di negara terbelakang di dominasi dengan orang sedang memotong rumput untuk pakan sapi perah, memerah sapi di kandang, dan menyetor susu segar ke pengepul.

Tema foto di negara berkembang didominasi bentuk kandang yang lebih rapi dan beberapa produk.

Tema foto di negara maju didominasi oleh merk, logo asosiasi peternak, dan kebanggaan pada produk mereka sendiri. 

Menampilkan optimisme

Faktanya, dunia persusuan di Indonesia sedang berubah dan mulai menampilkan optimisme.

Hal ini tidak terlepas dari pelaku persapiperahan dan persusuan yang mulai banyak dimotori generasi Y (milenial), yang lahir 1981-1994. Umur mereka saat ini sekitar 25 – 40 tahun.

Sebelumnya pelaku persapiperahan dan persusuan di Indonesia banyak dimotori generasi baby boomer, yang lahir 1946 – 1964, dan generasi X, yang lahir 1965 – 1980.

Para milenial tersebut di atas tidak lagi sebagai peternak sapi perah tetapi pengusaha sapi perah. Mindset-nya adalah bagaimana menciptakan, memberikan merek, dan menjual produk.

Kita harus bersyukur bahwa dalam 10 tahun terakhir, semakin banyak bermunculan kreativitas anak bangsa Indonesia yang berusaha keluar dari zona suram persusuan. 

Semakin banyak generasi penerus peternak sapi perah yang akhirnya mengikuti pola yang terjadi di negara maju lainnya.

Mereka menciptakan produk, memberikan merk, dan menjual dengan kreativitas masing-masing.

Semakin banyak produk susu berbasis potensi lokal dengan merk dan penampilan yang sangat menarik.

Membeli produk susu segar bermerek berbasis potensi lokal.
Produk Moo Nyusu. Sumber: dimanaja.com.

Berbagai merk (jenama) baru produk UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) pengolahan susu berbasis potensi lokal bermunculan di sekitar kita. Sebut saja:

  • MOO NYUSU
  • SAFARY
  • CIMORY
  • FAMILY
  • GERIMIS
  • MOO MOO MILK
  • SUSU NASIONAL
  • DINASTY
  • SUSIN
  • SYUSU
  • PESAT
  • MOOSA
  • SERBA SUSU
  • LUMER
  • SERAMBI MILK
  • EYOCI
  • MOZZARETRIE
  • KEMAL
  • KEJU INDRAKILA

Merek-merek di atas adalah bukti adanya indikasi perubahan yang harus semakin didukung.

Membeli produk lokal

Pengolahan dan pemasaran yang kreatif inilah yang seharusnya mendapat perhatian kita untuk meningkatkan hal-hal positif dunia persusuan dan peternakan di Indonesia.

Ketika ujung dari bisnis ini didukung dan terintegrasi dengan peternak secara langsung, maka secara otomatis kesejahteraan peternak akan terdongkrak.

Anggaran yang dimiliki pemerintah perlu diarahkan untuk mendukung sektor pengolahan dan pemasaran yang berbasis UMKM secara serius agar membesar dan profesional. 

Kampanye pentingnya minum susu segar, dukungan pada program kreasi produk berbasis susu segar, rangsangan pada start up persusuan, pelibatan para influencer dalam program kampanye perlu ditingkatkan agar daya tarik susu segar di masyarakat semakin besar.

Tentu saja, harus berbasis potensi lokal.

Kampanyekan produk lokal, dukung peternak lokal, gunakan anggaran negara dan daerah untuk membeli produk lokal, dan gunakan progam lokal untuk produk lokal.