AGRIKAN.ID – Total luas areal petani sawit rakyat, baik plasma maupun mandiri (swadaya), sekitar 6,03 juta hektare atau 36,81% dari total luas areal sawit nasional, yang sekitar 16,38 juta hektare.
Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah petani sawit rakyat di Indonesia sekitar 2,55 juta orang.
Yang 63,19% dikuasai PalmCo (Badan Usaha Milik Negara, BUMN)) dan BUMS (Badan Usaha Milik Swasta). BUMN 0,59 juta hektare dan BUMS 9,76 juta hektare dengan jumlah perusahaan 2.091.
Lihat juga: Areal sawit rakyat, negara, dan swasta
Menurut Prayudi Syamsuri, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ditjen Perkebunan, Kementan, untuk perusahaan sudah didata dengan aplikasi Siperibun (Sistem Informasi Perijinan Perkebunan) berdasarkan nama (by name), alamat (by address), dan lokasi (by location).
Hal itu disampaikan Prayudi dalam seminar yang bertema, Masa Depan Petani Sawit Mandiri, Tantangan dan Terobosan, yang diselenggarakan Poetra Nusantara Institute (PNI) di Auditorium Kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah di Jakarta, Sabtu, 25 Mei 2024.
“Alhamdulillah, dengan tim Satgas, yang dikomandani KemenkoMarves (Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi) menjadikan aplikasi Siperibun (sebagai) database satu-satunya by name by address perusahaan,” kata Prayudi.
“KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan (Kementerian) Keuangan mengacu ke sini (Siperibun) dalam tata pengelolaan sawit yang berkelanjutan untuk perusahaan,” tambahnya.
Bagaimana dengan pendataan petani sawit rakyat? Penerbitan STDB (Surat Tanda Daftar Budidaya) baru sekitar 1,76% atau 48.469 petani. Padahal, untuk penguatan petani sawit rakyat, baik plasma maupun mandiri, diperlukan dukungan STDB yang berbasis by name, by address, dan by location.
Lihat juga: Minyak makan merah
STDB merupakan modal bagi petani sawit rakyat karena dapat menjadi bukti administrasi legal.
“Kita tidak bisa bekerja tanpa data yang kuat,” kata Prayudi. “Berapa pekebun kita (by name, by address, by location). Ini yang belum terjawab, profil pekebun kita sampai sekarang,” tambahnya.
“Target kita, satu tahun 85% dari pekebun kita sudah selesai (penerbitan STDB). Yang 15% tidak bisa kita selesaikan karena misalnya masih di kawasan hutan atau masih konflik lahan,” kata Prayudi.
Pendataan petani sawit rakyat di Ketapang
Melalui program pengabdian masyarakat, PNI melakukan sosialisasi, pembinaan, dan pendampingan petani sawit rakyat berkelanjutan di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. “Kami himpun petani dalam Koperasi Pangkat Longka Sejahtera (KPLS),” kata Willy Lesmana Putra, Direktur Eksekutif PNI.
Kemudian PNI melakukan pemetaan petani sawit rakyat, siapa pekebunnya, data kepemilikannya, apakah lahannya termasuk kawasan hutan atau tidak, umur tanaman sawitnya, kebunnya produktif atau tidak, dan sebagainya. Jumlahnya lebih dari seribu petani sawit rakyat mandiri di Ketapang.
Database para petani mandiri disimpan di aplikasi SIPS (Sistem Informasi Petani Sawit) yang dapat diverifikasi keakuratannya. “Di sini ada informasi pendukung seperti legalitas kepemilikan lahan, data diri pemilik, ada pernyataan bukan di kawasan hutan dan bukan lahan status sengketa,” katanya.
Lihat juga: Minyak sawit dan produk turunan
Salah satu masalah yang dihadapi petani, kata Willy, produktivitas sawitnya rendah. Ditemukan bahwa petani menanam sawit dari bibit brondolan yang tidak bersertifikat. Selain itu, karena umurnya sudah tua, lebih 20 tahun, sehingga sawitnya perlu dilakukan replanting (peremajaan).
“Hanya kekhawatiran petani, ketika ikut program replanting, kami mesti makan apa,” tutur Willy.
Sebab petani membutuhkan waktu 4-5 tahun sampai kelapa sawitnya siap panen. “Ini salah satu problem yang kami temui di lapangan,” kata Willy, yang memaparkan temuannya di seminar itu.
PNI memberikan solusi. Memberdayakan KPLS sehingga bisa produktif di berbagai bidang, salah satunya bisnis kelapa. Di sana banyak kelapa. Kelapa dikirim ke Jakarta dan dibeli koperasi juga. Kemudian, mobil yang tadinya mengangkut kelapa, kembalinya membawa beras dari Jakarta.
Lihat juga: Proses produksi minyak sawit
“Itulah salah satu terobosan yang kami lakukan bersama-sama pengurus atau anggota koperasi,” kata Willy. Selain itu, koperasi bisa mengembangkan produk turunan kelapa untuk tujuan ekspor.
Dengan adanya database yang terverifikasi, petani sawit rakyat di Ketapang mudah mengurus untuk mendapatkan STDB. Dengan bekal STDB, memudahkan ikut program penguatan petani sawit rakyat.
Program penguatan petani sawit rakyat
Dengan mengantongi STDB, petani mudah mengikuti program penguatan sawit rakyat, yaitu PSR (Peremajaan Sawit Rakyat), ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), Sarpras (Sarana dan Prasarana), SDM (Sumber Daya Manusia), dan RAD KSB (Rencana Aksi Daerah Kebun Sawit Berkelanjutan).
PSR
PSR merupakan cara meningkatkan produksi sawit rakyat melalui peningkatan produktivitas, bukan perluasan lahan.
Menurut Prayudi, target PSR 180 ribu hektare per tahun, yang anggarannya disediakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Sampai saat ini, total pelaksanaan PSR sudah mencapai 380 ribu hektare.
Lihat juga: Kinerja industri sawit Januari 2024
Jika kita perhatikan, STDB baru diterbitkan 1,76%, tetapi pelaksanaan PSR sudah relatif tinggi. Hal ini karena pada penyusunan PSR sudah ada datanya 350 ribu. “Data PSR ini kita balikkan menjadi database untuk STDB kita,” kata Prayudi.
Begitu juga data di Kabupaten Ketapang yang sudah dibuat PNI. “Data PSR-nya (bisa) kita balikkan menjadi STDB,” jelas Prayudi.
ISPO
“ISPO ini branding sawit kita yang terus kita jual, bahwa kita bicara sustainability (keberlanjutan), maka kita tunjukkan dengan sertifikasi. Kita tidak bisa lagi hanya dengan kata,” tegas Prayudi.
Dalam perjuangan ISPO ini, menurut Prayudi, pertama keterimaan ISPO di pasar global. Kedua, melakukan ISPO di petani sawit rakyat.
“Untuk petani kita harus masuk membantu melakukan sertifikasi (ISPO) di level pekebun. Sebab petani itu memiliki keterbatasan anggaran,” katanya.
Lihat juga: Kinerja industri sawit Februari 2024
Sampai saat ini, menurut Prayudi, sekitar 34,70% atau 5,69 juta hektare lahan sawit nasional sudah mendapatkan ISPO. Perusahaan sudah mengantongi 969 seritifikat ISPO dan petani sawit rakyat 81.
Sarpras
Di sini bagaimana petani sawit rakyat mendapatkan akses pembiayaan untuk sarpras seperti bibit, pupuk, pestisida, akes jalan, dan sebagainya.
SDM
Untuk SDM ini, menurut Prayudi, sudah ada lembaga pendidikan dan pelatihan serta beasiswa.
“Bagaimana petani mengusulkan anak-anak mereka untuk mendapatkan beasiswa,” kata Prayudi.
RAD KSB
Di sini komitmen pemerintah daerah membangun kelapa sawit yang sustainable (berkelanjutan).
Kisah sukses PalmCo dalam program PSR di Riau
PalmCo (PTPN4) merupakan subholding PTPN HoldCo. Luas lahan sawit PalmCo sekitar 400 ribu hektare dan nonsawit 42 ribu hektare.
Ditambah kerja sama operasi (KSO) dengan SupportingCo (PTPN1), juga subholding PTPN HoldCo, luas lahan sawit yang dikelola PalmCo 600 ribu hektare.
Selain itu, PalmCo plus KSO juga memiliki pabrik kelapa sawit (PKS) berkapasitas 3.215 ton TBS (tandan buah segar) per jam, yang tersebar di 75 unit PKS pada sentra perkebunan sawit rakyat.
Salah satu tugas PalmCo dari pemerintah adalah pengembangan PSR. “PalmCo juga masuk program PSR pemerintah,” kata Sori P. Ritonga, Kepala Divisi Plasma dan PSR PalmCo, dalam seminar itu.
Lihat juga: Neraca industri sawit indonesia
Sori mengungkapkan kisah sukses PalmCo melaksanakan PSR di Riau. Salah satunya pada KUD Makarti Jaya. Pada saat belajar panen, yaitu TBM3 (tanaman belum menghasilkan tahun 3), hasilnya 7,9 ton TBS per hektar per tahun. Padahal standar Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) 4 ton TBS.
Petani sawit plasma di sana menanam bibit sawit berkualitas produksi PPKS, di bawah PT Riset Perkebunan Nusantara, unit usaha PalmCo. Pada TM1 (tanaman menghasilkan tahun 1), setelah TBM 3, tahun 2023 produktivitasnya 18,05 ton TBS per hektare, padahal standar PPKS 12 ton.
PalmCo menawarkan pengelolaan single management PSR dan perkebunan kelapa sawit. “Single management itu kita mendampingi teknis, mulai dari awal sampai tanaman menghasilkan dan kita menggaransi avalis produksi sesuai standar PPKS, dari umur 3 tahun sampai 25 tahun,” kata Sori.
Jika produktivitasnya kurang dari standar PPKS, menurut Sori, maka kekurangannya akan dibayari PalmCo. “Jika tidak tercapai dari standar nasional, kita akan membayari kekurangannya,” jelasnya.
PalmCo juga bisa mendampingi PSR petani sawit mandiri seperti yang PalmCo lakukan terhadap petani plasma. “Hasil panen petani bisa kita terima (sebagai off-taker) sesuai mutunya,” katanya.
“Jika PSR dikelola dengan serius, Insya Allah dapat meningkatkan pendapatan petani,” tutupnya.
Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com
Lihat Ebook: Panduan Praktis Menulis Artikel
Referensi:
- Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 2024. Tata Kelola Kelapa Sawit Nasional. Bahan presentasi seminar, Masa Depan Petani Sawit Mandiri, Tantangan dan Terobosan, Sabtu, 25 Mei 2024, di Jakarta.
- 2024. Peran BUMN PalmCo dalam Membangun Terobosan Kemitraan Mutualistis Petani Sawit Mandiri. Bahan presentasi seminar, Masa Depan Petani Sawit Mandiri, Tantangan dan Terobosan, Sabtu, 25 Mei 2024, di Jakarta.
- Sipayung, T dan Purba, JHV. 2015. Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit. Kata Pengantar: Prof. Dr. Bungaran Saragih. Bogor: Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI).