Kemitraan petani plasma sawit Asian Agri
Rumah baru Eko Yono yang sedang dalam proses penyelesaian. Sumber: Eko Yono.

Kalau kita sendiri tidak mau berusaha untuk maju, Tuhan pun tidak akan menolong kita. Tapi, kalau kita berusaha keras, Tuhan akan menolong kita sampai berhasil.

Ucapan itu terngiang-ngiang dalam benak Eko Yono, petani kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan, Riau. Ahmad Samiskun, sang ayah yang melontarkan kalimat itu padanya.

Setiap kali membangun usaha tani sawit dan lainnya, kalimat sang ayah akan menguatkannya.

Eko aslinya berasal dari Pulau Jawa. Ayahnya buruh tani di Ciamis, Jawa Barat.

Waktu tahun 1990, Ahmad dan istrinya, Encoh, serta kedua anak mereka, Eko dan Nyai Kurnia, bersemangat meninggalkan Ciamis untuk mengikuti program Perkebunan Inti Rakyat Transmigrasi (PIR-Trans).

Sebagai buruh tani yang mengolah lahan, memanen, dan menggebot padi, penghasilan Ahmad tidaklah seberapa. Ia yakin, mengkuti PIR-Trans bisa mengubah nasib keluarga.

Pertengahan tahun 1990, mereka tiba di Desa Bukit Agung, Kecamatan Kerinci Kanan, Kabupaten Pelalawan. Ahmad menjadi petani plasma sawit PT Inti Indosawit Subur (IIS), Grup Asian Agri.

Ia mendapat lahan 2 ha untuk perkebunan kelapa sawit plus 0,5 ha untuk rumah serta menanam padi gogo dan palawija.

Sebelum sawit menghasilkan, selama 3 tahun keluarga Ahmad mendapat bantuan dari pemerintah.

“Dulu banyak yang menganggap kami sebagai orang buangan pemerintah. Tinggal di hutan. Padahal, tujuannya untuk mengatasi kemiskinan kami,” kata Eko, anak pertama Ahmad.

Malam hari Desa Bukit Agung gelap gulita. Keluarga Ahmad hanya menggunakan lampu cempor yang berbahan bakar minyak tanah.

Di tengah suasana seperti ini, Encoh melahirkan si bungsu, Sursidik. Syukurlah, Eko, Nyai, dan Sursidik bisa menempuh pendidikan SD hingga SMA di Desa Bukit Agung.

Petani plasma sawit bersyukur ikut program PIR-Trans

Dengan kesabaran dan kegigihan, Ahmad bisa menambah lahan menjadi 40-an ha.

“Orang tua kami membayar ganti rugi tanah petani yang sudah merasa tidak kuat menjadi petani plasma sawit dan memilih pulang ke Jawa,” jelas Eko.

Pria kelahiran 18 Agustus 1977 ini mengatakan, orang tua juga membeli ruko tiga pintu.

“Saya sangat bersyukur, orang tua saya ikut PIR-Trans. Kami sekarang jauh lebih sejahtera,” ucap Eko.

Keluarga Ahmad merasakan betul manfaat berkebun sawit. “Dengan menjadi petani sawit, saya bisa membuka lapangan pekerjaan dan membantu orang lain,” lanjut Eko.

Sekarang lahan sawitnya mulai dibagi dengan kedua adiknya, Nyai dan Sursidik.

Dalam pengorganisasian PIR-Trans, petani plasma menjadi anggota kelompok tani. Misalnya, Eko tergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) Sawit Jaya Silor di bawah KUD Sumber Rezeki.

“Anggota Poktan Sawit Jaya Silor ada 22 orang,” kata Eko yang juga Ketua Poktan Sawit Jaya Silor.

Berkat bimbingan IIS, pada 2014 Poktan Sawit Jaya Silor mendapat sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Harga TBS meningkat berkat biodiesel B-30

Sesuai buku panduan RSPO, petani tidak dianjurkan menyemprot total pestisida.

“Pemupukan juga harus berdasarkan analisis daun. Jika dari analisis kekurangan N, maka dipupuk dengan N. Jadi, pemupukan tidak sembarangan,” jelas suami Sri Sugiarti itu.

Dengan menerapkan RSPO, produktivitas sawit relatif tinggi.

“Produktivitas 3,5 ton – 4 ton tandan buah segar (TBS)/ha/bulan. Padahal, September 2021 umur sawit kami 30 tahun,” ungkapnya.

Di tahun 2014 juga, IIS mengirim beberapa petani yang sudah mengantongi sertifikat RSPO untuk studi banding di Yogyakarta.

Eko dan rombongannya mampir di Astana Giribangun, makam keluarga Presiden Soeharto di Karanganyar, Jawa Tengah.

“Di makam kami kirim doa untuk Pak Harto. Berkat Pak Harto, kami mendapat warisan tanah PIR-Trans 2,5 ha,” ucapnya berterima kasih kepada Bapak Pembangunan Nasional itu.

Kini petani sawit kembali mendapat kebahagiaan dari Presiden Jokowi. Kebijakan mandatori biodiesel B-30 yang mulai berlaku 1 Januari 2020, turut meningkatkan harga sawit.

Pada September 2021, harga TBS sekitar Rp2.400/kg. Dengan produktivitas 3,5 ton – 4 ton TBS, pendapatan petani Rp8,4 juta – Rp9,6 juta/ha/bulan.

Jika menggunakan harga TBS Desember 2021 yang lebih dari Rp3.000/kg, maka penghasilan Eko sekitar Rp10,5 juta – Rp12 juta/ha/bulan.

“Kebijakan Presiden Jokowi ikut meningkatkan harga jual TBS,” kata Eko.

Meningkatkan kesejahteraan petani plasma sawit melalui kemitraan

Petani mitra dan perusahaan inti bersinergi membangun bisnis mereka.

Eko sebagai generasi kedua keluarga Ahmad merupakan contoh petani plasma sawit yang sukses meningkatkan kesejahteraan melalui kemitraan. Anak pertama Eko sudah kuliah.

Eko sendiri tamatan SMA sedangkan kedua orang tuanya, Ahmad tamatan Sekolah Rakyat dan Encoh tamatan Pendidikan Guru Agama.

Ahmad dan Encoh telah wafat. Meskipun mereka mewariskan rumah, ruko, dan kebun sawit, Eko juga membangun rumah untuk istri dan 3 anaknya. “Rumah itu belum selesai,” ceritanya.

Selain itu, keluarga Eko juga mempunyai sehektar kolam. Ayah tiga anak ini antara lain suka memelihara patin dan gurami. “Buat tambahan penghasilan,” sambungnya.

Terbuktilah ucapan sang ayah, “Kalau kita berusaha keras, Tuhan akan menolong kita sampai berhasil.

Program PIR-Trans merupakan salah satu cara meningkatkan kesejahteraan petani plasma sawit seperti yang dialami keluarga Ahmad dan Encoh beserta anak-anak dan cucu-cucu mereka.

Di dalam PIR-Trans terjadi kemitraan yang saling menguntungkan antara petani plasma sawit dan perusahaan inti.

Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com