Indonesia menjadi pionir implementasi biodiesel B30
Ilustrasi biodiesel B10, B20, B30, dan B100. Sumber: sawitindonesia.com.

“Implementasi biodiesel telah berjalan dengan sukses selama 15 tahun dan menjadikan Indonesia pionir dalam pemanfaatan biodiesel dengan blended rate 30%,” kata Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

Hal itu dikatakan Arifin pada dialog webinar APROBI (Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia) dan Majalah Sawit Indonesia.

Webinar dilakukan Selasa, 30 Nopember 2021 dengan tema, Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel: Indonesia Menuju B40.

Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan berbahan baku lemak hewani maupun nabati, yang berupa metil ester asam lemak atau fatty acid methyl ester (FAME).

FAME sudah lama dikembangkan sebagai pengganti minyak bumi (petroleum diesel).

Pembuatan biodiesel ini pertama kali dilakukan E. Duffy dan J. Patrick pada 1853, jauh sebelum mesin diesel ditemukan.

Empat puluh tahun kemudian, 1893, Rudolf Diesel berhasil merakit mesin diesel pertama di Augsburg, Jerman. Mesin ini diperkenalkan di World’s Fair di Paris, Perancis.

Pada waktu itu, mesin diesel dioperasikan dengan bahan bakar biodiesel dari minyak kacang tanah.

Sekarang biodiesel dapat dibuat dari berbagai bahan baku dengan berbagai macam teknik, termasuk esterifikasi dan transesterifikasi.

Di Indonesia, biodiesel yang berkembang adalah berbahan baku minyak sawit mentah (crude palm oil atau CPO).

CPO tersebut diolah dari tandan buah segar (TBS), baik dari kebun sawit petani maupun pengusaha.

Pembuatan biodiesel dimulai dengan pemurnian CPO menjadi RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil).

Kemudian RBDPO ditransesterifikasi pada suhu 65-75 derajat C. Di mesin pencampur, RBDPO dicampur dengan methanol dan sodium methylate untuk memisahkan FAME dan gliserin.

Kemudian FAME dicuci, dikeringkan, dan disaring sehingga kualitasnya menjadi luar biasa. FAME atau biodiesel murni ini siap digunakan.

Sesuai mandatori biodiesel, FAME dicampur ke solar pada tingkat pencampuran (blended rate) 2,5% (tahun 2008), 7,5% (tahun 2010), 15% (April 2015), 20% (Januari 2016), dan 30% (Januari 2020).

Solar fosil yang dicampur FAME 30% disebut biodiesel B30, yang berarti kadar solar fosil (diesel oil) 70% dan FAME 30%.

9 Manfaat implementasi biodiesel B30

Manfaat implementasi ini dirangkum dari paparan Arifin Tasrif, Edi Wibowo (Direktur Penyaluran Dana BPDPKS), Tungkot Sipayung (Direktur Eksekutif PASPI), dan Dadan Kusdiana (Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi ESDM).

  1. Menghemat devisa impor bahan bakar minyak (BBM) fosil.
  2. Memperbaiki neraca perdagangan migas (minyak dan gas).
  3. Meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi.
  4. Meningkatkan nilai tambah industri hilir sawit.
  5. Stabilisasi harga CPO (minyak sawit mentah).
  6. Meningkatkan pendapatan petani sawit.
  7. Multiplier biodiesel sawit terhadap perekonomian.
  8. Menyerap tenaga kerja di dalam negeri.
  9. Mengurangi emis gas rumah kaca.

Menghemat devisa impor BBM fosil

Penghematan devisa impor solar sejak Agustus 2015 sampai Oktober 2021 mencapai Rp 176 triliun.

Memperbaiki neraca perdagangan migas

Jika tidak ada mandatori biodiesel B30, net ekspor migas Indonesia tahun 2020 minus US$8,61 miliar. Tetapi berkat B30, net ekspor migas minus US$5,95 miliar.

Meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi

Di sini mencakup pengurangan ketergantungan impor energi fosil, diversifikasi sumber energi baru dan terbarukan (EBT), dan menghemat energi fosil untuk generasi cucu cicit.

Meningkatkan nilai tambah industri hilir sawit

Pada tahun 2020, dengan CPO menjadi biodiesel terjadi peningkatan nilai tambah Rp13,19 triliun.

Stabilisasi harga CPO

Dengan adanya B30, standar deviasi harga CPO membaik dari US$138,11/ton menjadi US$94,3/ton.

Biodiesel mengurangi ketergantungan pada energi fosil
Petugas Pertamina sedang mengisi bahan bakar truk dengan biodiesel B30. Sumber: bpdp.or.id.

Meningkatkan pendapatan petani sawit

Dengan program B30, harga CPO meningkat sehingga harga tandan buah segar (TBS) naik. Dengan demikian meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

Multiplier biodiesel terhadap perekonomian

Multiplier biodiesel dari pendapatan sekitar 2,4. Jika tahun 2020 kita mengeluarkan biaya pemasaran biodiesel Rp44 triliun, maka dampaknya terhadap perekonomian menjadi Rp105,6 triliun.

Menyerap tenaga kerja di dalam negeri

Secara total, jumlah tenaga kerja yang dapat diserap pada industri biodiesel sawit sekitar 900 ribu orang.

Mengurangi emisi gas rumah kaca

Pada tahun 2020, program B30 dapat menghemat emisi gas rumah kaca sekitar 22,31 juta ton setara CO2.

Rencana strategi pengembangan B40

“Saat ini juga Kementerian ESDM bersama dengan pihak terkait telah menyusun rencana strategi pengembangan B40 dengan menerapkan bahan bakar hijau,” kata Arifin Tasrif.

Menurut Dadan Kusdiana, Kementerian ESDM sudah melakukan uji B40 (solar 60% dan FAME 40%), B30 FAME + DPME (distilled palm oil methyl ester) 10, dan B30 FAME + HVO (hydrogenated vegetable oil) 10.

Secara umum, hasilnya semua bisa beroperasi dengan baik di mesin. Tetapi formula biodiesel yang direkomendasikan untuk B40 ada dua opsi, yaitu B30 FAME + DPME 10 dan B30 FAME + HVO 10.

Yang dimaksud B30 FAME + DPME 10 adalah campuran solar 60%, FAME 30%, dan DPME 10%, sedangkan B30 FAME + HVO 10 merupakan campuran solar 60%, FAME 30%, dan HVO 10%.

Dari uji terbatas B40 dan B30 FAME + DPME 10 terhadap B30, menurut Dadan, terjadi penurunan torsi dan daya sekitar 1,1-2,1%, peningkatan konsumsi 1,1%, dan penurunan opasitas gas buang 1,6-3,2%.

Dari uji terbatas contoh B30 FAME + HVO 10 terjadi penambahan daya 0,6% dan torsi maksimal 2,6%.

“Apabila nanti kita memilih B30 FAME + DPME 10, produsen masih perlu melengkapi fasilitas produksi DPME 10,” kata Dadan.

Jika nanti memilih B30 FAME + HVO 10, kemampuan Pertamina memproduksi HVO 10 dalam jumlah besar baru bisa dilakukan tahun 2024.

Karena itulah tahun 2022 kemungkinan pemerintah masih menerapkan biodiesel B30. Untuk biodiesel B30 FAME + DPME 10% baru bisa diterapkan tahun 2023, sedangkan B30 FAME + HVO 10 tahun 2024.

Bagaimana pun kondisi implementasi biodiesel berbasis minyak sawit, Majalah Sawit Indonesia sangat mendukung agar biodiesel terus berkembang di Indonesia, termasuk biodiesel B40.

“Ini kebanggaan. Produknya dari dalam negeri. Sawitnya sawit Indonesia. Tenaga kerjanya orang Indonesia. Pabriknya di Indonesia,” kata Qayuum Amri, Pemimpin Redaksi Majalah Sawit Indonesia, pada pembukaan webinar.

Peluang pengembangan bahan bakar nabati

Menurut Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Beromotor Indonesia (GAIKINDO), rasio kepemilikan mobil di Indonesia sekitar 99/1000 penduduk. Jauh di bawah Malaysia 490/1000 penduduk.

“Indonesia akan terus berkembang sehingga penyediaan kebutuhan bahan bakar juga salah satu isu penting yang harus kita tangani dengan baik,” kata Kukuh.

Menurut Kukuh, sekitar 75% kendaraan di Indonesia menggunakan bahan bakar bensin (gasoline), 24% bahan bakar solar (diesel oil), dan 1% bahan bakar lainnya.

Selama ini Indonesia fokus mengembangkan biodiesel, bahkan sudah mencapai B30. Sementara negara lain baru B7 dan B10. “Saat ini Indonesia masih leading penggunaan B30,” kata Kukuh.

Karena itu, menurut Kukuh, pengembangan bahan bakar nabati (BBN) jangan hanya fokus ke biodiesel, tapi juga bioetanol (campuran bensin dan etanol). Bioetanol ini sudah dikembangkan sejak tahun 2006.

Indonesia sudah memproduksi mesin flex-fuel yang dapat menggunakan campuran bensin dan etanol. “Produk-produk tersebut kita ekspor ke negara lain,” kata Kukuh.

“Inilah yang kita harapkan, bioetanol pun bisa dikembangkan dan digunakan di Indonesia,” katanya.

Sebab, jumlah kendaraan roda empat atau lebih di Indonesia yang dapat menggunakan bioetanol sangat banyak, apalagi ditambah kendaraan roda dua.

“Inilah yang kita tunggu-tunggu dan kita bisa dukung bersama upaya penggunaan bahan bakar nabati,” kata Kukuh.

Dadan Kusdiana mengakui implementasi penggunaan bioetanol di Indonesia belum terlaksana sesuai rencana.

“Sesuai rencana, tahun ini sudah 5%. Kita mengarah untuk mengurangi impor gasoline (bensin),” kata Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, ESDM, itu.

Tetapi pada saat ini pemerintah sedang menyiapkan bensin dari minyak sawit. “Pengembangan bensin sawit rakyat yang melibatkan smallholder dan koperasi,” kata Arifin Tasrif, Menteri ESDM.

“Saat ini sedang disiapkan demonstration plant yang sedang diujicoba di Bandung, ya ini nanti menghasilkan unit-unit kecil yang kita harapkan bisa dipakai di daerah-daerah. Nanti daerah-daerah tersebut akan mandiri energi dengan menggunakan bahan baku sawit masyarakat,” tambah Arifin.

Mengatasi tantangan biodiesel berbasis minyak sawit

Berbagai isu biodiesel di pasar internasional, menurut Tungkot Sipayung, masih dihadang isu yang sama karena biodiesel belum memenuhi standar yang mereka tetapkan.

Semua biodiesel memenuhi standar menurunkan emisi dibandingkan petrodiesel, yakni minimum 35%.

Tetapi tidak bisa memenuhi standar yang ditetapkan RED (Eropa)/RFS (Amerika Serikat), yaitu 55-60% penghematan emisi.

Apalagi dengan LUC dan ILUC dari kebijakan RED 2, makin menjauhkan biodiesel berbasis nabati dari kelayakan yang mereka tetapkan.

Selain itu, isu-isu sosial yang dialamatkan ke sawit juga ke biodiesel. Misalnya sustainability (keberlanjutan) sawit. Sebab biodiesel di Indonesia berbahan baku minyak sawit.

Untuk mengatasi isu keberlanjutan tersebut, Bungaran Saragih, pakar agribisnis IPB, menyarankan agar biodiesel di Indonesia diproduksi dari kebun sawit yang sudah mendapat sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) atau RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).

Biodiesel berbasis minyak sawit yang menjadi keunggulan Indonesia, menurut Tungkot, sangat diperlukan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada energi fosil.

“Biodiesel ini untuk mendukung kegiatan masyarakat. Yang diuntungkan masyarakat juga dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan,” kata Qayuum Amri, Pemimpin Redaksi Majalah Sawit Indonesia.

Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com

Referensi:

  1. Keynote Speech Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, pada acara webinar “Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel: Indonesia Menuju B40”, 30 Nopember 2021.
  2. Dadan Kusdiana, Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, ESDM, Implementasi Mandatori Biodiesel, pada webinar, Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel: Indonesia Menuju B40, 30 Nopember 2021.
  3. Kukuh Kumara, Sekretaris Umum GAIKINDO, Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel, webinar Majalah Sawit Indonesia, 30 Nopember 2021.
  4. Edi Wibowo, Direktur Penyaluran Dana BPDPKS, Peran BPDKS untuk Keberlanjutan Program Mandatori Biodiesel, 30 Nopember 2021.
  5. Tungkot Sipayung, Direktur Eksektif PASPI, Menjaga Keberlanjutan Mandatory Biodiesel: Indonesia Menuju Mandatori B-40, 30 Nopember 2021.
  6. Saragih, Bungaran. 2020. Suara Agribisnis 3: Kumpulan Pemikiran Bungaran Saragih. Jakarta: PT Permata Wacana Lestari.