biji kacang tunggak DSA Insan Madani Malang
Biji kacang tunggak PT Bafain Haridra Indonesia yang diekspor ke Belanda.

AGRIKAN.ID – Kacang tunggak berpotensi menjadi produk unggulan untuk menyejahterakan petani di Malang, Jawa Timur. Betapa tidak. Bermitra dengan petani, yang kebanyakan keluarga santri, PT Bafain Haridra Indonesia (BHI) bisa mengekspor biji kacang tunggak (cowpea bean) ke Belanda.

Kacang tunggak, dengan nama ilmiah Vigna unguiculata subsp unguiculata (L.) Walp, ini dikenal juga dengan nama kacang tolo, kacang dadap, kacang landes, dan kacang otok. Di Indonesia, buahnya yang masih muda untuk sayuran, sedangkan biji yang tua untuk sambal krecek, peyek, dan gudeg.

Biji kacang tunggak bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan warna (krem, cokelat, hitam, belang, dan merah). Importir Belanda, menurut Indra Dwi Hartanto alias Gus Indra, Presiden Direktur BHI, menyukai biji kacang tunggak berwarna brown (cokelat) dan honey (krem atau agak putih cerah).

Berkat dukungan pemerintah dan swasta

Berkat berbagai dukungan antara lain dari Kementerian Perdagangan, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag, Belanda, dan program Desa Sejahtera Astra (DSA) PT Astra International Tbk, maka BHI berhasil meraih kontrak perdagangan untuk mengekspor biji kacang tunggak ke Belanda.

Penandatanganan kontrak antara BHI dengan importir dari Belanda dilakukan pada acara pameran Trade Expo Indonesia, Oktober 2022. Penandatanganan di Indonesia Convention Exhibition, BSD City, Tangerang, Banten, itu disaksikan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Zulkifli Hasan.

Bima Krida Pamungkas, pimpinan Corporate Social Responsibility (CSR) PT Astra International Tbk, merasa bersyukur dengan kontrak ekspor biji kacang tunggak tersebut. Sebab, kontrak tersebut menambah daftar keberhasilan DSA dalam membina petani lokal untuk mengekspor produknya.

Cara menghasilkan biji kacang tunggak standar ekspor

Petani mitra BHI melalui wadah Koperasi Mitra Bafain Sukses (KMBS), membudidayakan varietas kacang tunggak introduksi (dari luar negeri). Untuk pengembangan varietas introduksi tersebut, menurut Gus Indra, BHI bekerjasama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Dalam pembenihan dan pembudidayaannya, BHI bekerjasama dengan Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi) Malang, PSIP (Pusat Standardisasi Instrumen Pertanian) Probolinggo, dan PKPOT (Pusat Kajian Pertanian Organik Terpadu) Malang.

Menurut Gus Indra, ukuran biji kacang tunggak introduksi relatif besar sesuai kebutuhan Eropa. Standar lainnya, biji kacang tunggak tidak berjamur dan tingkat pestisidanya di bawah 0,01 mg/kg.

Dengan mitra pendamping Insan Madani (Ikatan Pesantren Penggerak Ekonomi Masyarakat Desa Indonesia), petani yang ingin budidaya kacang tunggak antara lain di Desa Pagelaran, Desa Balearjo, dan Desa Kanigoro di Malang dilatih untuk menghasilkan biji kacang tunggak sesuai standar ekspor.

Petani binaan BHI bisa menghasilkan biji kacang tunggak 1,5 – 2,5 ton/hektar dengan umur panen 80 hari setelah tanam (HST). Dengan harga Rp 10.000/kg, petani bisa mengantongi Rp15 juta sampai Rp25 juta/hektar/80 hari. Selain itu, petani bisa menikmati bonus jika kinerja kelompoknya bagus.

“Dalam pascapanen, petani bisa mengeringkan dan mengupas sendiri (buah kacang tunggak tua yang dipanen) atau ikut pabrik kami. Di pabrik, kami sortir dan kemas 20 kg/karung,” katanya.

Melalui program DSA, PT Astra International Tbk membantu alat dan mesin untuk pascapanen kacang tunggak tersebut. Jika sebelumnya Gus Indra pembina DSA, kini ia menjadi binaan DSA.

Setiap bulan, menurut Gus Indra, BHI bisa mengekspor biji kacang tunggak ke Belanda sebanyak 10 kontainer atau sekitar 200 ton. “Terkait Non-Disclosure Agreement kami dengan buyer, tolong nama perusahaan tidak dicantumkan,” katanya. “Harga (ekspor juga) tidak bisa kami share,” katanya.

Cara pengembangan dan pengeksporan biji kacang tunggak tersebut sangat bermanfaat bagi petani. Sebab, petani bisa mendapatkan kepastian pasar terhadap komoditas yang mereka budidayakan.

Gus Indra selalu bersemangat menginspirasi masyarakat pedesaan

Setelah lulus Jurusan Teknik Elektro, Universitas Brawijaya, Malang, Gus Indra bekerja di PT Astra International Tbk, Jakarta. Bahkan, tahun 2016 ia meraih penghargaan sebagai karyawan teladan.

Di perusahaan otomotif tersebut, Gus Indra antara lain menangani program DSA. Tetapi setelah menikah dengan putri pemilik pesantren Al-Azhar Aslich Mughny, Malang, ia mengabdi di pesantren. “Saya dulu bekerja sembilan tahun di Kantor Pusat Astra,” katanya.

Pada tahun 2019, pesantrennya juara tiga DSA. Gus Indra mengembangkan ekonomi pedesaan dengan membina 13 desa di Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang. Ia bersama masyarakat mengembangkan 10 ribu ekor ayam petelur, perikanan, perkebunan, kerajinan, dan ekowisata.

Tetapi tahun 2020 pandemi Covid-19. Usaha peternakannya bangkrut karena tidak kuat menutupi kerugian Rp1,5 juta/hari untuk biaya pakan. Semua ayamnya dijual. Sementara pesantrennya masih bisa menangani ekowisata Sumber Bonang, Malang, meski pengunjungnya mulai berkurang.

Di tengah keterpurukannya, Gus Indra diminta PT Astra International Tbk menjadi konsultan ekspor produk-produk DSA. Ia bertugas mempromosikan produk-produk DSA ke luar negeri. Salah satunya berhasil mengekspor arang aktif (charcoal) di Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Pada Oktober 2022, tugasnya dengan Astra berakhir. Tetapi semasa menjadi konsultan, ia bertemu investor yang berminat mengimpor biji kacang tunggak. Dengan investasi awal Rp250 juta dari investor Belanda, Gus Indra menanam kacang tunggak di Salatiga, Kalimantan, dan Lombok Timur.

“Tidak ada yang berhasil. Malah saya tertipu Rp150 juta,” katanya. Ketika melapor ke investor, ia terkejut. “Sudah, tanam lagi!,” kata sang investor.

Kemudian Gus Indra menanam kacang tunggak di sekitar rumahnya di pesantren. Tumbuh subur.

“Akhirnya Allah kasih saya jalan untuk berhasil,” katanya. Sekarang ia sukses menanam 36 hektar di Malang, Probolinggo, dan Ngawi. Bahkan investor berani menggelontorkan investasi Rp1,2 miliar.

Gus Indra memang selalu bersemangat, meski harus melewati jalan berliku, menginspirasi masyarakat pedesaan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan visi dan misi BHI.

Semangat mewujudkan sosiopreneur pesantren

Insan Madani, menurut Gus Indra, merupakan wadah dan kolaborasi sinergi antarpesantren binaan Astra yang bergerak di bidang sosiopreneur pesantren. Bermula dari santripreneur (pewirausaha santri) dan pesantrenpreneur (pewirausaha pesantren), akhirnya menjadi sosiopreneur pesantren.

Pesantren tidak hanya mencetak santrinya menjadi ahli agama tetapi juga santripreneur. Pesantren tidak boleh bermental mengharap bantuan umat, tetapi juga menyejahterakan ekonominya sendiri melalui pesantrenpreneur. Pesantren mengangkat ekonomi warga sekitarnya melalui sosiopreneur.

Kegiatan tersebut bermula dari kunjungan gus dan kiai ke Kantor Pusat PT Astra International Tbk, Jakarta. “Saya sendiri juga berasal dari pesantren. Ayah mertua saya seorang kiai,” kata Gus Indra.

Tiga dukungan Astra melalui Insan Madani. Pertama, pelatihan dan pengembangan produk unggulan seperti ikan lele, kopi, kripik, dan kacang tunggak. Kedua, donasi sarana produksi dan permodalan. Dalam hal ini meliputi juga pertemuan bisnis, seminar, pelatihan, dan program pesantren sehat.

Ketiga, akses pasar. “Astra mendorong produk-produk pesantren Insan Madani dalam business matching dengan buyer (pembeli) lokal dan internasional,” kata Gus Indra. “Astra mendampingi dari awal sampai produk-produk pesantren mendapat nilai tambah untuk diterima pasar,” tambahnya.

Sekarang ini ada sekitar 30 pesantren yang dibina melalui Insan Madani, termasuk pesantren Al-Azhar Aslich Mughny, Malang. Untuk itulah, Gus Indra lebih suka jika pengembangan kacang tunggak ini disebut dibina DSA Insan Madani Malang. “Sebut saja DSA Insan Madani Malang,” katanya.

“Kami akan fokus membangun kemitraan dan pemberdayaan berbasis pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan petani sesuai dengan visi (dan) misi Bafain,” kata Gus Indra sebagaimana dikutip radarmalang.jawapos.com, yang dipublikasikan pada Rabu, 8 Maret 2023.

Dengan semangat mewujudkan sosiopreneur pesantren dalam pengembangan kacang tunggak, Gus Indra ingin menjadi pohon rindang yang menaungi dan menginspirasi banyak orang di Indonesia. Bukan saja agar masyarakat bisa memanen kesejahteraan pada hari ini, tetapi juga di masa depan.

Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com