AGRIKAN.ID – Benih bioteknologi bisa dibaratkan sebagai kendaraan teknologi sehingga petani lebih mudah memanfaatkan teknologi, dalam hal ini bioteknologi.
“Kenapa harus benih, bukan bentuk lainnya? Benih ini adalah kendaraan teknologi ini (bioteknologi). Mau kasih petani teknologi, kalau nggak ada benih, nggak bisa,” kata Agustine Christela Melviana, Biotechnology and Seed Manager CropLife Indonesia.
Dengan menanam benih bioteknologi, diharapkan petani di Indonesia sejahtera dan bahagia.
Lihat juga: Persepsi positif bioteknologi
Selain bisa menikmati peningkatan hasil panen, petani juga bisa menghemat biaya produksi sehingga bisa meraih keuntungan yang lumayan. Sejahtera.
Hasil panen meningkat karena dapat menekan potensi kehilangan hasil. Misalnya hasil panen jagung pipilan kering meningkat 10% dari 5,80 ton/hektare menjadi sekitar 6,38 ton/hektare.
Dengan harga jagung pipilan kering sekitar Rp4.000/kg, petani bisa menikmati tambahan penghasilan sekitar Rp2,32 juta/hektare.
Salah satu keunggulan benih bioteknologi, misalnya benih jagung hibrida bioteknologi, adalah tahan terhadap serangan hama ulat penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guenee).
Lihat juga: Benih jagung bioteknologi
Dengan tahan terhadap hama Asian Corn Borer tersebut, petani tidak perlu menyemprot jagung dengan insektisida sehingga biaya produksi efisien dan waktu perawatan relatif berkurang.
Selain itu, dengan jagung toleran terhadap herbisida berbahan aktif glifosat, membuat petani lebih mudah menyiangi gulma. Dengan disemprot glifosat, gulmanya mati, tapi jagungnya tetap aman.
Dengan demikian, petani jagung mempunyai waktu luang mengantar anaknya ke sekolah. Bahagia.
“Dengan menanam benih bioteknologi, saya bisa mengantar anak ke sekolah,” kata ibu Ine, petani jagung di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, sebagaimana diceritakan Christela.
“Saya terenyuh mendengarnya. Teknologi itu hak semua petani. Ketika mereka bisa mendapatkan sesuatu yang intangible, harus kita perjuangkan,” kata Christela pada acara Journalist Class bertema Adopsi Bioteknologi untuk Transformasi Pertanian Indonesia, di Jakarta, Jumat, 2 Februari 2024.
Bandingkan dengan menanam benih nonbioteknologi. Petani menghabiskan banyak waktu untuk merawat tanaman seperti menyiangi gulma serta mengatasi hama dan penyakit dengan pestisida.
Solusi tantangan pertanian
“Kenapa kita perlu teknologi? Karena pertanian banyak menghadapi tantangan seperti perubahan iklim, alih fungsi lahan, keterbatasan tenaga (kerja), serta serangan hama dan penyakit. Hal ini perlu menjadi perhatian kita,” kata Agung Kurniawan, Direktur Eksekutif CropLife Indonesia.
CropLife Indonesia merupakan asosiasi nirlaba yang berafiliasi dengan asosiasi internasional yang beroperasi di lebih 91 negara.
Ada dua tugas utama CropLife Indonesia, yaitu memperkenalkan teknologi perlindungan tanaman (pestisida) dengan cara aman dan mendorong pengaplikasian bioteknologi pertanian. “Ini adalah tools (alat alternatif) untuk mendorong (pertanian) Indonesia tumbuh,” kata Agung.
Dengan menerapkan teknologi modern seperti bioteknologi ini, diharapkan bisa membuat Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada 2045 sebagaimana dicita-citakan pemerintah dan masyarakat.
“Kita mendorong teknologi-teknologi modern ini diperkenalkan kepada petani-petani kita,” katanya.
“Tetapi kita juga nggak mau buru-buru bahwa teknologinya diperkenalkan tanpa atau terus mengabaikan regulasi yang benar. Tidak. Itu menjadi bagian dari komitmen kami (untuk selalu patuh kepada regulasi),” katanya pada acara Journalist Class di Jakarta, Jumat, 2 Februari 2024.
Lihat juga: Padi bioteknologi Golden Rice
Di luar negeri, mulai dari riset sampai komersialisasi benih bioteknologi menghabiskan waktu sekitar 33 tahun. Khusus untuk memenuhi regulasi aja, membutuhkan waktu sekitar 17 tahun. Mengapa lama? Karena terkait pengkajian keamanan hayati (keamanan pangan, pakan, dan lingkungan).
“Tahap pemenuhan regulasinya aja membutuhkan waktu sekitar 50% (dari total waktu penelitian benih bioteknologi dari tahap awal sampai komersialisasi),” kata Christela.
Di Indonesia, untuk tahap regulasinya saja sampai benih bioteknologi dilepas di pasar menelan waktu sekitar 22 tahun. Dengan demikian, benih bioteknologi tersebut benar-benar sangat aman.
Karena itulah, “Kita dari CropLife memberikan edukasi berbasis fakta. Apa yang kita komunikasikan kepada khalayak umum selalu mengedepankan bukti berbasis ilmu pengetahuan,” kata Christela.
Nah, pengadopsian benih bioteknologi di kalangan petani merupakan salah satu solusi mengatasi berbagai tantangan di bidang pertanian sehingga Indonesia bisa menjaga ketahanan pangan.
Yaitu ketahanan pangan yang mengandalkan produksi di dalam negeri, bukan mengandalkan impor.
Manfaat benih bioteknologi
Bahan genetik itu adalah DNA (deoxyribonucleic acid). Tanaman, hewan, bakteri, dan sebagainya itu mempunyai DNA.
“Semua makhluk hidup itu mempunyai DNA,” kata Antonius Suwanto, guru besar IPB University pada acara Jounalist Class, yang diadakan CropLife Indonesia di Jakarta, Jumat, 2 Februari 2024.
Dalam menghasilkan benih bioteknologi, ilmuwan memotong DNA organisme, memperbanyaknya, dan kemudian mengekspresikannya pada organisme lain. Hal ini disebut teknologi DNA rekombinan atau teknik rekayasa genetik atau transgenik.
Hasil rekayasa genetik disebut Produk Rekayasa Genetik (PRG) atau Genetically Modified Organism (GMO). “Teknologi DNA rekombinan itu menjadi dasar bioteknologi modern,” jelas Anton, panggilan akrabnya.
Dengan prinsip di atas, bisa dihasilkan, misalnya benih jagung hibrida bioteknologi. Gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt) disisipkan pada tanaman jagung sehingga dihasilkan benih tahan hama penggerek batang jagung. Petani tidak perlu insektisida untuk mengatasi hama tersebut.
Ada juga benih jagung hibrida bioteknologi yang toleran herbisida berbahan aktif glifosat. Dengan demikian, petani bisa menyiangi gulma dengan herbisida, sementara jagungnya tetap tumbuh. Pada benih nonbioteknologi, penyiangan gulma harus dilakukan manual karena tidak toleran glifosat.
Lihat juga: Pemuliaan mutasi sorgum
“Produk-produk bioteknologi pertanian seperti benih ini sangat berguna bagi petani kecil, karena tanaman akan mempunyai sifat-sifat lebih unggul seperti adaptif terhadap perubahan cuaca ekstrim atau tahan terhadap hama dan penyakit, jika dibandingkan dengan benih non-PRG,” katanya.
“Kalau mengandalkan benih konvensional saja (non-PRG), petani akan sulit bertahan menghadapi perubahan iklim ataupun organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang akan selalu ada dan hal-hal ini akan menyebabkan penurunan hasil panen,” kata anggota Tim Teknis Keamanan Hayati itu.
Menurut Anton, mengutip J. GM Crops & Food, pada tahun 2020 pendapatan petani secara global meningkat USD18,8 miliar dengan mengadopsi benih bioteknologi. Peningkatan tersebut bersumber dari peningkatan produksi dan penghematan biaya.
“Bisa dibayangkan keuntungan yang akan didapat jika masyarakat kita lebih terbuka terhadap inovasi teknologi,” kata guru besar Mikrobiologi dan Bioteknologi Molekular IPB University itu.
Petani menanti benih bioteknologi
Para petani, menurut Sandi Octa Susila, Duta Petani Milenial dari Cianjur, Jawa Barat, berminat tinggi untuk segera memanfaatkan benih bioteknologi.
Petani menantikan kapan bisa membeli benih Produk Rekayasa Genetik (PRG) tersebut di lapangan.
“Kalau bicara di lapangan, mereka (petani) justru menantikan kapan bisa beli benih (bioteknologi),” katanya pada acara Journalist Class bertema Adopsi Bioteknologi untuk Transformasi Pertanian Indonesia di Jakarta, Jumat, 2 Februari 2024.
“Saya mendukung penuh terkait dengan modern, misalnya salah satunya bioteknologi,” kata Ketua Duta Petani Milenial itu. “Hari ini saya hadir dalam bentuk dukungan,” kata alumni IPB University itu.
“Ada produk yang bagus, produk rekayasa genetik yang mungkin sudah bertahun-tahun mengalami proses perizinan dan sebagainya, tapi saat ini belum tersedia di pasar,” kata lulusan agronomi itu.
“Ini perlu dorongan kita semua. Dorongan pers, dorongan petani milenial, dorongan pemerintah, dorongan akademisi, dorongan komunitas, dan (dorongan pengusaha). Satukan. Petani menunggu (benih bioteknologi di pasar). Harus kita dukung penuh untuk kemanfaatan di petani,” katanya.
Syatrya Utama | Bloger, Jurnalis, dan Alumni IPB University | Email: konten.agrikan@gmail.com.
Referensi:
- Siaran Pers CropLife Indonesia, Jumat, 2 Februari 2024, Dampak Adopsi Bioteknologi di Sektor Pertanian: Dorong Kesejahteraan Petani untuk Perkuat Ketahanan Pangan Nasional.
- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2019. Peta Jalan Pengembangan Benih Produk Rekayasa Genetik (PRG). Jakarta: Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
- International Service for the Acquisition of Agri-Biotech Applications. 2011. Agricultural Biotechnology (A Lot More than Just GM Crops). Manila, Filipina: ISAAA SEAsiaCentre.
- Navarro, M.J dan Hautea, R.A. 2011. Communication Challenges and Convergence in Crop Biotechnology. New York, Amerika Serikat: ISAAA dan Laguna, Filipina: SEAMEO SEARCA.
- Said, M. Yasin dkk. 2011. Petunjuk Lapang: Hama – Penyakit – Hara pada Jagung. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.
- https://croplifeindonesia.or.id/perjalanan-pembuatan-benih-dan-tanaman-bioteknologi/.