Cabai keriting hibrida
Cabai keriting Tanamo F1. Sumber: panahmerah.id.

Budidaya ini menggunakan benih Tanamo F1, cabai keriting hibrida yang diproduksi PT East West Seed Indonesia. Benih ini cocok ditanam di dataran menengah dan tinggi. Potensi hasilnya 18 – 20 ton per ha.

Pedoman budidaya cabai keriting hibrida ini mulai dari persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama, pengendalian penyakit sampai dengan pemanenan.

Persiapan lahan

Tanah ditraktor dan dibiarkan selama 7 hari.

Tanah dibalik menggunakan bajak rotari. Lalu dicampur pupuk kandang matang 20 – 30 ton per ha. Pengapuran sekitar 2 ton per ha atau sesuai dengan kebutuhan pada tanah dengan pH di bawah 6,5. Lalu tanah dibiarkan selama 7 hari.

Kemudian tanah dibalik kembali dan dibuatkan bedengan. Lebar bedengan 100 – 120 cm, tinggi 30 – 40 cm, panjangnya disesuaikan dengan lahan yang tersedia, dan jarak antar bedengan 30 – 40 cm.

Pupuk dasar siap ditaburkan di lubang tanaman atau merata pada bedengan. Urea 15 gram per tanaman, SP-36 30 gram per tanaman, dan KCl 25 gram per tanaman. Dengan populasi tanaman 18.000 per ha, maka kebutuhan pupuk urea sekitar 270 kg, SP-36 sekitar 540 kg, dan KCl sekitar 450 kg per ha.

Kemudian lahan ditutup dengan plastik mulsa hitam perak. Biarkan selama 7 hari. Setelah benih siap, mulsa diberi lubang dengan jarak tanam optimal dalam barisan 50 cm dan antar barisan 60 – 70 cm.

Bedengan tanaman cabai.
Bedengan cabai hibrida. Sumber: Brosur PT East West Seed Indonesia.

Pembibitan

Benih disemai di dalam polibag selama 18 – 28 hari. Sebelum disemai benih direndam dengan air yang dicampur fungisida 1,5 ml per liter dan bakterisida 1 – 1,5 ml per liter selama 4 – 6 jam.

Atau bisa juga direndam dengan air hangat kuku (35o – 40o C) dengan waktu yang sama, 4 – 6 jam.

Media tanam merupakan campuran tanah 2 ember dan pupuk kandang 1 ember. Media tanam juga dicampur dengan TSP 165 gram dan Carbofuran 75 gram. Media tanam ini cukup untuk 300 polibag.

Untuk penanaman satu ha diperlukan bibit sekitar 18.000 polibag plus ekstra 10% untuk penyulaman. Totalnya sekitar 20.000 polibag. Kebutuhan benihnya sekitar 200 – 250 gram per ha.

Penanaman

Pilihlah bibit yang sehat dan telah berumur 22 – 25 hari setelah semai (HSS) atau telah mempunyai 5 – 6 helai daun.

Penanaman sebaiknya dilakukan pada saat tanah lembab dan tidak becek agar akar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Waktu penanaman sebaiknya sore hari dengan cara melepaskan bibit dari polibag dan usahakan tanahnya tetap utuh.

Sistem penanaman cabai.
Sistem penanaman cabai. Sumber: Brosur PT East West Seed Indonesia.

Sistem penanaman dapat berbentuk segi empat atau segitiga (zig-zag).

Pemeliharaan

Penyulaman segera dilakukan apabila ditemukan ada tanaman muda yang mati. Paling telat 14 hari setelah tanam (HST) agar pertumbuhan tanaman seragam.

Pada umur 18 – 20 HST dilakukan perempelan dengan membuang tunas-tunas yang keluar dari ketiak daun di bawah cabang utama (di bawah cabang V).

Untuk menopang tanaman, perlu diberi turus atau ajir pada saat tanam atau 14 HST.

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Pemupukan susulan dilakukan dengan cara dikocorkan dengan NPK 15-15-15 atau 16-16-16. Sebanyak 3 – 5 kg pupuk NPK dilarutkan ke dalam 200 liter air. Setiap tanaman dikocorkan sekitar 250 ml larutan.

Pupuk susulan pertama diberikan pada 30 HST (fase pembentukan bunga), yaitu NPK 15-15-15 atau 16-16-16 dengan takaran 7,5 gram per tanaman. Atau 135 kg per ha.

Pemupukan susulan kedua diberikan pada 60 HST (fase pembentukan buah), yaitu NPK 15-15-15 atau 16-16-16 dengan takaran 7,5 gram per tanaman. Atau 135 kg per ha.

Pemupukan susulan dilakukan lagi pada umur 70 HST dengan kalsium, kalium, dan fosfat. Pada umur 84 HST hanya diberi kalium dan fosfat. Begitu pula pada 100 HST hanya diberi pupuk kalium dan fosfat.

Pengendalian hama

Hama yang menyerang tanaman cabai antara lain gangsir, ulat tanah, kutu thrips, ulat grayak, tungau, lalat buah, ulat buah, kutu persik, dan nematoda puru akar.

Gangsir (Brachytrypes portentosus Licht.)

  • Gejala. Tanaman muda yang baru dipindahkan ke lapangan sering batangnya putus atau patah karena gangsir.
  • Pengendalian. Jangan menanam bibit yang terlalu muda. Liang gangsir di tanah disiram dengan insektisida.

Ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn)

  • Gejala. Batang atau tangkai bibit tanaman muda yang baru ditanam di lapangan roboh dan ada bekas potongan.
  • Pengendalian. Menyemprotkan insektisida pada petang hari sebelum pindah tanam. Biasanya menggunakan insektisida sintetis piretroid.

Kutu thrips (Thrips parvispinus Karny.)

  • Gejala. Hama ini mengisap cairan daun muda sehingga menimbulkan bercak-bercak keperakan dan daun menjadi keriting.
  • Pengendalian. Gunakan insektisida sistemik.

Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

  • Gejala. Daun cabai meranggas dan berlubang-lubang. Pada serangan parah hanya tinggal epidermis daun.
  • Pengendalian. Menyemprotkan insektisida.

Tungau (mites)

  • Gejala. Pucuk daun cokelat keperakan, melengkung ke bawah dan gugur.
  • Pengendalian. Menyemprotkan insektisida sistemik.

Lalat buah (Dacus dorsalis Hend.)

  • Gejala. Telur menjadi belatung di dalam buah sehingga buah membusuk.
  • Pengendalian. Gunakan perangkap metil eugenol. Buah yang terserang dimusnahkan.

Ulat buah (Helicoverpa spp. HSN.)

  • Gejala. Buah yang diserang berlubang dan tidak laku dijual.
  • Pengendalian. Menyemprotkan insektisida.

Kutu persik/aphid hijau (Myzus persicae Sulz.)

  • Gejala. Pada serangan berat, daun akan menggulung, keriting, dan klorosis (menguning) yang akhirnya gugur.
  • Pengendalian. Menyemprotkan insektisida.

Nematoda puru akar (Meloidogyne incognita Kof et Wh.)

  • Gejala. Daun-daun menguning, pertumbuhan terhambat, layu, dan ujung tanaman mati.
  • Pengendalian. Sterilisasi media semai dan penggunaan nematisida-insektisida.

Pengendalian penyakit

Penyakit yang menyerang tanaman cabai antara lain rebah semai, layu fusarium, busuk phytophthora, bercak daun, busuk kuncup atau teklik, penyakit tepung, antraknosa atau patek, bercak bakteri, layu bakteri, dan penyakit virus.

Rebah semai (dumping off)

  • Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Pythium debarianum Hessedan Rhizoctonia solani Kuhn.
  • Gejala. Bibit semai tidak berkecambah atau tiba-tiba rebah, lalu mati.
  • Pengendalian. Menyemprotkan fungsida secara berseling antara fungsida kontak dan sistemik.

Layu fusarium (Fusarium oxysporium f.sp. capsici Schlecht.)

  • Gejala. Memucatnya tulang daun di sebelah atas, kemudian diikuti dengan menunduknya tangkai.
  • Pengendalian. Mencelupkan bibit ke air yang telah diberi fungsida dan diulangi dengan menyiramkan larutan fungisida pada umur 25 – 40 HST.

Busuk phytophthora (Phytophthora capsici Leonin)

  • Gejala. Serangan pada pangkal batang ditandai dengan busuk batang cokelat kehitaman, tanaman layu, kemudian mati tanpa daun menguning terlebih dahulu.
  • Pengendalian. Bagian tanaman yang terserang dipotong. Kemudian diolesi dengan fungisida tembaga atau fungisida sistemik.

Bercak daun (Cercospora  capsici Heald et Wolf)

  • Gejala. Ditandai dengan bercak bulat kecil kebasah-basahan. Bercak dapat meluas dengan diameter 0,5 cm. Pusat bercak berwarna pucat sampai putih dengan tepi berwarna lebih tua.
  • Pengendalian. Semua daun yang terserang dibersihkan dan dibakar. Semprotkan fungsida.

Busuk kuncup atau teklik

  • Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Choanephora cucurbitarum Berk et Rav. Thaxt.
  • Gejala. Penyakit ini menyerang bunga, tangkai bunga, pucuk, dan ranting tanaman. Ranting yang terserang akan berwarna cokelat hitam dan cepat menyebar sehingga mematikan ujung tanaman, sedangkan bagian lainnya masih tegar.
  • Pengendalian. Sterilisasi media semai dengan fumigan. Semprotkan fungisida dari golongan karbamat dan tembaga.

Penyakit tepung atau powdery mildew (Oidiopsis sicula Scal.)

  • Gejala. Bercak nekrotik pada permukaan daun bagian atas. Daun menguning dan bagian bawah daun akan terlihat bercak nekrotik yang ditutupi oleh gumpalan cendawan putih kelabu seperti tepung.
  • Pengendalian. Pemusnahan daun-daun yang terserang. Menyemprotkan fungisida.

Antraknosa/patek

  • Penyakit ini disebabkan oleh jamur Colletrotichum capsici (Syd.) Butl et Bisby dan Gloesporium piperatum Ell. et Ev.
  • Gejala. Pada buah terdapat bercak cekung, busuk basah dan kering, berwarna hitam atau oranye.
  • Pengendalian dengan membuang buah terinfeksi, menjaga sanitasi lingkungan, serta aplikasi fungisida.

Bercak bakteri

  • Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. vesicatoria (Doidge) Dows.
  • Gejala. Penyakit ini menyerang daun, buah, dan batang tanaman. Daun yang terserang ditandai bercak kecil kebasah-basahan yang menjadi nekrotik kecokelatan pada bagian tengahnya. Pada serangan parah, daun gugur. Buah yang terserang terdapat bercak putih yang dikelilingi warna cokelat kehitaman.
  • Pengendalian. Menyemprotkan fungisida tembaga.

Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum (E.F) Sm.)

  • Gejala. Ditandai dengan layu beberapa daun muda atau menguningnya daun tua sebelah bawah.
  • Pengendalian. Pencelupan bibit ke air yang telah diberi bakterisida dan diulangi dengan cara disemprotkan atau disiramkan pada umur 25 HST. Diulangi 1 – 2 kali dengan interval waktu 10 hari.

Penyakit virus

  • Gejala. Daun tanaman cabai hibrida mengeriting, kemudian terlihat belang-belang kuning seperti mozaik dan pertumbuhannya terhenti (kerdil).
  • Di Indonesia ada beberapa macam penyakit virus, antara lain tobacco mozaik virus (TMV), tobacco etch virus (TEV), tobacco rattle virus (TRV), cucumber mozaik virus (CMV), tomato ringspot virus (TRSV), curly top virus (CTV), serta potato virus Y (PVY).
  • Pengendalian. Menyemprotkan insektisida dan akarisida untuk mengendalikan serangga dan tungau vektor (pembawa) penyakit virus.

Pemanenan

Pemanenan dapat dimulai pada umur 80 – 90 HST untuk di dataran rendah dan 90 – 100 HST untuk di dataran tinggi.

Cabai dipanen pada saat kematangan buah 80 – 90%. Biasanya interval pemanenan setiap 2 – 3 hari sekali.

Potensi hasil cabai keriting hibrida 1 – 1,1 kg per tanaman. Dengan populasi tanaman 18.000 per ha, maka potensi produksi per ha per siklus tanam sekitar 18 – 20 ton.

Referensi

  1. Brosur Budidaya Cabe Keriting Hibrida, PT East West Seed Indonesia.
  2. Prajnanta, Final. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta: Penebar Swadaya.
  3. Setiadi. 1998. Bertanam Cabai. Jakarta: Penebar Swadaya.
  4. http://www.panahmerah.id/product/TANAMO-F1.