Klaster sawit terbaik menerapkan sistem dan usaha agribisnis.
Bungaran Saragih, salah satu tokoh sawit Indonesia tahun 2021 versi Majalah Sawit Indonesia.

Di Indonesia, menurut Bungaran Saragih, klaster sawit terbaik menerapkan sistem dan usaha agribisnis.

Hal itu disampaikan pakar agribisnis IPB itu pada webinar Majalah AGRINA dan Perhepi (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia), Sabtu, 30 Oktober 2021.

Yaitu bedah buku Bustanul Arifin, Ketua Umum Perhepi, “Pertanian Bantalan Resesi: Resiliensi Sektor Selama Pandemi Covid-19”.

Dengan pendekatan klaster, kata Bungaran, pertama sawit dilihat sebagai intersektoral yang terdiri dari industri hulu, perkebunan sawit, industri hilir, pemasaran, dan jasa penunjang sawit. Bukan sektoral.

Kedua, intersektoral itu sistem sehingga klaster sawit terdiri atas subsistem industri hulu, subsistem perkebunan sawit, subsistem industri hilir, subsistem pemasaran, dan subsistem jasa penunjang sawit.

Ketiga, sawit dilihat sebagai bisnis, bukan jalan hidup, dan bukan politik. Sawit sebagai usaha ekonomi. “Kalau petani menanam sawit karena ingin mendapat laba atau uang dari sawit,” kata Bungaran.

Ketiga hal di atas, yaitu pendekatan intersektoral, sistem, dan bisnis, Bungaran komunikasikan dengan istilah sistem dan usaha agribisnis. Untuk klaster sawit bisa disebut sistem dan usaha agribisnis sawit.

Di dalam subsistem perkebunan sawit, menurut Ignatius Ery Kurniawan, Pemimpin Redaksi Majalah Info Sawit, terdapat dua aktor penting.

Pertama, perusahaan perkebunan sawit, baik negara maupun swasta. Kedua, petani sawit, baik plasma maupun swadaya.

Hal itu disampaikan Ery pada webinar FGD Sawit Berkelanjutan Vol 10 yang dilaksanakan Info Sawit dengan tema, Pemberdayaan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat, Kamis, 18 Nopember 2021, bertepatan dengan Hari Sawit Nasional.

Pengusaha sawit kaya bersama rakyatnya.
Lima subsistem dari sistem dan usaha agribisnis sawit.

Mengapa sawit terbaik menerapkan sistem dan usaha agribisnis? Orang sawit melakukan, “Pendekatan klaster dan pengusaha (sawit) berpikir kalau tidak membantu para petani sawit, tidak ada industri sawit di Indonesia,” kata Bungaran, salah satu tokoh sawit nasional tahun 2021 versi Majalah Sawit Indonesia.

“Pengusaha sawit tidak mau kaya sendiri, dia mau kaya bersama-sama dengan rakyatnya. Sekarang (kontribusi) sawit rakyat sudah 41%. Coba tidak ada sawit rakyat, tidak akan berkembang itu industri pengolahan sawit, industri biodiesel, dan industri minyak goreng,” kata Bungaran.

Kemitraan sawit transparan dan setara

Pengusaha sawit berkemauan besar melakukan kemitraan dengan petani sawit. “Kemitraan itu sebagai contoh kehidupan bersama, supaya kita bisa maju bersama, dan sejahtera bersama,” kata Bungaran.

“Kemitraan sejati perkebunan kelapa sawit adalah kemitraan yang transparan dan setara supaya pelaku kelapa sawit bisa menghasilkan yang terbaik,” kata Ery.

“Tanpa bermitra, membiarkan teman-teman petani sawit apa adanya, tanpa dukungan kuat, termasuk dari pemerintah, kita akan sulit bermimpi mencapai industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan menyejahterakan lapisan masyarakat di Indonesia,” kata Tofan Mahdi, moderator webinar Info Sawit.

“GAPKI mendukung perkebunan rakyat untuk kinerja bisa lebih baik lagi. Kemitraan itu sudah sejak lama dimulai di kelapa sawit,” kata Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), pembicara webinar Info Sawit.

GAPKI mendukung perkebunan sawit rakyat.
(Atas, kiri-kanan) Ignatius Ery Kurniawan, Sunari, dan Moch. Edy Yusuf. (Bawah, kiri-kanan) Tofan Mahdi, Mukti Sardjono, dan Mansuetus Darto. Sumber: Info Sawit.

Tetapi, menurut Mukti, dengan kehadiran pabrik kelapa sawit (PKS) tanpa kebun ternyata mengganggu kemitraan yang sudah terbentuk.

“Kemitraan yang sudah ada banyak bermasalah dengan kehadiran PKS tanpa kebun. Dulu sudah ada perjanjian kemitraan, tapi sekarang perjanjian hampir terlupakan. Jadi banyak sawit (petani mitra) dijual ke luar (PKS tanpa kebun). Apalagi sekarang harga (tandan buah segar atau TBS) lagi bagus,” kata Mukti.

Menurut Gulat Manurung, Ketua APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia), pihaknya berusaha mengajak para petani mitra yang sudah tercerai-berai masuk ke perusahaan mitra lagi.

“Kami mengajak petani-petani yang sudah tercerai-berai dengan intinya, masuk kembali dengan berplasma. Itu juga cara kami membantu petani,” kata Gulat, pembahas pada webinar Info Sawit.

Tetapi ada juga yang perlu diperbaiki di kalangan pengusaha besar perkebunan kelapa sawit. Kadang-kadang perusahaan besar itu, menurut Mansuetus Darto, Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), sibuk mengurusi izin untuk perluasan lahan perkebunannya sehingga lupa membina petani.

“Saya suka mengatakan, gatalnya di tangan kiri, tapi yang digarut di tangan kanan. Problemnya petani apa, tapi apa yang dilakukan berbeda,” kata Darto, pembicara pada webinar Info Sawit.

Sinergi, kolaborasi, dan komitmen agribisnis sawit

Sawit, menurut Moch. Edy Yusuf, Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan, Kementerian Koordinator Perekonomian, merupakan tulang punggung (backbone) perekonomian nasional.

Pada saat ini luas perkebunan kelapa sawit nasional sekitar 16,38 juta ha, yang terdiri atas perkebunan sawit milik negara sekitar 6%, milik swasta sekitar 53%, dan milik petani rakyat sekitar 41%.

Yang luar biasa, menurut Mukti Sardjono, sampai September 2021 ini sumbangan devisa sawit sekitar US$ 25,9 miliar.

“Ini luar biasa. Kalau kita lihat neraca perdagangan kita surplus US$23,6 miliar. Kalau tidak ada kelapa sawit saya nggak tahu. Jangan-jangan neraca perdagangan kita akan jeblok,” kata Mukti.

Oleh karena itu, untuk memperkuat sawit sebagai tulang punggung perekonomian nasional yang berkelanjutan, menurut Edy, kita harus menerapkan prinsip sinergi, kolaborasi, dan komitmen (SKK).

“Kita sinergi, kolaborasi, dan komitmen bersama-sama memajukan dan membuat kelapa sawit kita berkelanjutan dengan berbagai regulasi yang sudah kita miliki,” kata Edy, pembicara wibinar Info Sawit.

Dalam mengembangkan sawit yang berkelanjutan, menurut Bungaran Saragih, maka akademisi, pengusaha, dan pemerintah menerapkan pendekatan sistem dan usaha agribisnis sawit nasional.

Salah satu prinsip sistem dan usaha agribisnis, menurut Bungaran, adalah sinergi. Dengan sinergi, 1+1 bukan 2, tetapi lebih dari 2.

“Pendekatan sistem tidak hanya untuk pertanian (sawit) tetapi perekonomian secara keseluruhan,” kata Bungaran pada Kuliah Umum di Politeknik Pembangunan Pertanian di Bogor, Sabtu, 13 Nopember 2021.

Di samping sinergi, menurut Sunari, Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), kolaborasi juga sangat penting. “Mari kita berkolaborasi. Bersama-sama kita menuju kepada sawit rakyat yang berkelanjutan,” kata Sunari, pembicara webinar Info Sawit.

Dengan komitmen, maka akademisi, pengusaha, petani, dan pemerintah bersinergi dan berkolaborasi mewujudkan sawit berkelanjutan dengan memperkuat penerapan sistem dan usaha agribisnis sawit.

“Sawit adalah kita. Bukan si anu, bukan mereka, tapi kita. Kalau konsep kita, tentu kita barus bergotong-royong, berkolaborasi,” kata Gulat.

Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com