Setiap orang di dunia, menurut Yuan Longping, membutuhkan makanan yang cukup.
Yuan Longping, Bapak Padi Hibrida.

Bapak Padi Hibrida Yuan Longping wafat Sabtu, 22 Mei 2021, pada usia 91 tahun. Kelahiran Beijing, 7 September 1930, ini meninggal dunia di Changsha, Provinsi Hunan, Tiongkok.

Pada 10 Maret 2021, ayah dua anak itu terjatuh di pusat penelitian padi hibrida di Sanya.

Pada 7 April 2021, ahli agronomi itu dibawa ke Changsha untuk perawatan.

Tetapi karena kegagalan sejumlah organ, akhirnya ia meninggal dunia di Xiangya Hospital of Central South University.

Penerima Bintang Jasa Republik Rakyat Tiongkok itu terkenal sebagai peneliti padi hibrida.

Sepanjang hidupnya, akademisi Akademi Rekayasa Tiongkok itu bercita-cita mengembangkan padi hibrida, bukan hanya untuk menyejahterakan rakyat Tiongkok, tetapi juga seluruh dunia.

Demi mewujudkan cita-citanya, peneliti yang selalu menyebut dirinya sebagai “orang biasa” itu mendedikasikan sebagian besar hidupnya menekuni pemuliaan padi hibrida.

Hasil inovasinya itu tidak hanya dimasyarakatkan untuk petani di Negeri Tirai Bambu itu, tapi juga di seluruh dunia.

Sekarang padi hibrida ditanam dan dikembangkan secara luas di sejumlah negara. Sebut saja Indonesia, India, Bangladesh, Vietnam, Filipina, Amerika Serikat, Brazil, dan Madagaskar.

Seorang sarjana Amerika Serikat memuji Yuan Longping. “(Ia) mengurangi ancaman kelaparan dan memandu kita melangkah ke dunia yang penuh asupan nutrisi,” kata sarjana itu seperti dikutip situs indonesian.cri.cn.

Baca juga: Padi hibrida Suppadi 89

Berkat kerja kerasnya meningkatkan produktivitas padi melalui perakitan atau pemuliaan padi hibrida, suami Deng Ze itu diberi gelar kehormatan Bapak Padi Hibrida (Father of Hybrid Rice).

Yuan Longping mencintai pertanian

Pada usia 6 tahun, Yuan Longping berkunjung ke daerah hortikultura di pinggiran kota Wuhan, Provinsi Hubei. Sejak itulah ia tertarik dengan dunia pertanian dan kuliah di bidang pertanian.

Pada 1953, ia kuliah di Southwest Agricultural College (sekarang menjadi bagian Southwest University). Setamat kuliah, ia memulai karir guru sekolah pertanian di Anjiang, Provinsi Hunan.

Sejak kecil, Yuan Longping sudah mencintai pertanian.
Yuan Longping (baris belakang, ketiga dari kiri) pada tahun 1953. (Sumber foto: wikiwand.com).

Di sekolah pertanian itulah ia menemukan jodohnya. Ia menikah dengan muridnya, Deng Ze, pada 1964. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai dua anak, Yuan Ding’an dan Yuan Dingjiang.

Pada awal tahun 1960-an, Yuan Longping mempunyai ide mengembangkan padi hibrida, yang produktivitasnya lebih tinggi dari padi inbrida. Maklum, waktu itu Tiongkok dilanda kelaparan.

Ia melihat lima orang kelaparan di pinggir jalan. Mereka terjatuh dan meninggal dunia.

“Itu pemandangan yang menyedihkan. Mereka saudara-saudara kita juga. Mereka tidak bisa makan dan meninggal kelaparan. Pemandangan itu sangat menyentuh hati saya,” katanya waktu itu.

Dari pemandangan itu, ia berketeguhan hati meneliti dan mengembangkan padi hibrida.

Tidak mudah memang mengembangkan padi hibrida. Sebab tanaman padi ini menyerbuk sendiri (self-pollinating). Berbeda dengan jagung dan sorgum yang menyerbuk silang (cross-pollinating).

Tetapi, Yuan Longping bisa menerobos kesulitan itu. Selama 1964 – 1970, tulis Yuni Widyastuti di situs catatanseorangpeneliti.com, Yuan Longping menemukan padi liar yang mandul pada organ jantannya sehingga memungkinkan padi liar itu diserbuki dengan padi lain untuk menghasilkan padi hibrida.

Padi liar itu ditemukan di Sanya, Pulau Hainan, Tingkok. Tipe padi liar (wild abortive) itu adalah Oryza rufipogon, Griff. Galur ini populer disebut wild abortive tipe cytoplasmic male sterile.

Gen Rf yang bertugas memulihkan kemandulan padi liar tersebut berasal dari padi tipe indica, yaitu Oryza sativa L. ssp indica.

Hasil persilangan varietas Oryza rufipogon, Griff dengan varietas Oryza sativa L. ssp indica ternyata memiliki keunggulan dibanding dengan yang lain.

Yuan Longping merakit padi hibrida

Dari temuan padi liar tersebut, mulailah Yuan Longping mempelajari perakitan padi hibrida.

Perakitan padi hibrida tersebut berlandaskan pada fenomena heterosis. Fenomena ini menyatakan bahwa tanaman F1 (turunan dari persilangan) lebih baik dibanding tetuanya.

Untuk merakit padi hibrida itu memerlukan tiga galur. Yaitu galur mandul jantan (cytoplasmic male sterile), galur pemulih kesuburan (restorer), dan galur pelestari (maintainer).

Temuan ini merupakan pondasi untuk merakit padi hibrida dengan tiga galur (three-line hybrid rice strain).

Pada tahun 1973, Yuan Longping dan tim berhasil membudidayakan padi hibrida dengan tingkat hasil 20 – 50% lebih tinggi dari padi inbrida.

Kemudian, pada 1986, Yuan Longping dan tim berhasil mengembangkan teknik perakitan padi hibrida dengan dua galur (two-line technique).

Tentu saja, pemuliaan atau perakitan padi hibrida dengan teknik dua galur jauh lebih mudah dibandingkan dengan tiga galur.

Selain menghemat tenaga dan biaya, produktivitas padi hibrida yang dihasilkan dari teknik perakitan dua galur jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tiga galur.

Baca juga: Padi hibrida Sembada 188

Berkat perakitan dan pemasyarakatan padi hibrida di Tiongkok, terjadi revolusi produksi padi menjadi 5 ton gabah kering giling (GKG) per hektar pada tahun 1983. Kemudian, pada 1995  menjadi 6 ton per ha. Luas area tanaman padi hibrida pun mencapai 63,2% dari total lahan padi.

Menurut Yuan Longping, ada empat fase pengembangan padi hibrida di Tiongkok. Fase pertama (sampai 1996) dengan hasil 10,5 ton per ha. Fase kedua, 1996 – 2005, dengan hasil 12 ton per ha. Fase ketiga, dengan hasil 13 – 14 ton per ha. Dan, fase keempat, dengan hasil 15 ton per ha.

Kemudian, inovasi Yuan Longping tersebut menyebar ke seluruh dunia. Di bawah koordinasi International Rice Research Institute (IRRI), sekitar 20 negara mengembangkan teknologi padi hibrida, termasuk Indonesia, sebagai salah satu alternatif meningkatkan produktivitas padi.

Pada 2014, Yuan Longping mengatakan, bersama timnya sedang meneliti padi dengan rekayasa genetika (genetically modified).

Memang sampai sekarang teknologi rekayasa genetika tersebut masih kontroversial.

Tetapi jika ingin memenuhi kebutuhan pangan, teknologi rekayasa genetika ini perlu diterapkan.

Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com