Kontribusi pertanian, kehutanan, dan perikanan terhadap PDRB Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2019 sekitar 32,60%.
Ilustrasi. Kantor Bupati Bengkulu Selatan. Sumber: mediacenter.bengkuluselatankab.go.id. Diakses Sabtu, 22 Agustus 2020.

Jika kita perhatikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bengkulu Selatan tahun 2019 atas dasar harga berlaku, dari 17 lapangan usaha, tiga kategori lapangan usaha yang mendominasi:

  1. Pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan kontribusi 32,60%.
  2. Perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor dengan kontribusi 17,07%.
  3. Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib dengan kontribusi 11,50%.

Kontribusi ketiga lapangan usaha tersebut terhadap PDRB Bengkulu Selatan mencapai 61,17%.

PDRB merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu negara, dalam hal ini Bengkulu Selatan, yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu atas dasar harga berlaku atau harga konstan.

Dalam perhitungan PDRB (dengan pendekatan produksi, pengeluaran, atau pendapatan) ini tidak memperhatikan apakah faktor produksi tersebut milik residen (dalam hal ini milik penduduk yang tinggal di Bengkulu Selatan) atau non-residen (bukan penduduk di Bengkulu Selatan).

Dari Rp 5,7 triliun PDRB 2019 atas harga berlaku, kontribusi pertanian dalam arti luas (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan) sekitar Rp 1,86 triliun. Di dalam perdagangan besar dan eceran terdapat juga perdagangan hasil-hasil pertanian primer.

Tetapi sayang kontribusi sektor industri, termasuk di dalamnya agroindustri (industri pengolahan hasil-hasil pertanian primer), baru sekitar 3,27% atau Rp 186,39 miliar. Angka ini menunjukkan, bahwa belum banyak agroindustri yang dilakukan di kabupaten berpenduduk sekitar 157 ribu jiwa ini.

Konsep agropolitan

Agropolitan berasal dari kata agro (pertanian) dan politan atau polis (kota). Jadi, agropolitan merupakan pembangunan agribisnis di suatu kawasan (bisa berupa bagian dari kota, kabupaten, provinsi atau regional) yang sesuai dengan keunggulan kawasan itu di bidang pertanian tertentu.

Kawasan tersebut berkembang seperti kota berkat pembangunan sistem dan usaha agribisnis.

Kelapa sawit merupakan salah satu unggulan subsektor perkebunan di Kabupaten Bengkulu Selatan.
Ilustrasi. Peremajaan perkebunan kelapa sawit di Bengkulu Selatan. Sumber: bengkulutoday.com. Diakses Sabtu, 22 Agustus 2020.

Agribisnis merupakan cara baru melihat dan membangun pertanian (Saragih, 2010). Sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian primer (sektor pertanian dalam arti luas) adalah pembangunan agroindustri. Pertanian primer tidak akan berkembang jika tidak didukung oleh industri hulu seperti pupuk, pestisida, pakan, benih, serta alat dan mesin pertanian (alsintan).

Industri hulu, pertanian primer, dan agroindustri tidak akan berkembang jika tidak didukung oleh pemasaran dan jasa penunjang (seperti perbankan, asuransi, dan kebijakan pemerintah). Pembangunan secara simultan dan harmonis ini disebut dengan pembangunan sistem agribisnis.

Unsur utama pembangunan agribisnis adalah dunia usaha (skala mikro, kecil, menengah, dan  besar), yang berusaha di pertanian primer, input, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang. Dunia usaha ini merupakan mesin ekonomi yang mengubah sumberdaya menjadi produk-produk agribisnis.

Agropolitan merupakan pembangunan sistem dan usaha agribisnis di suatu kawasan atau wilayah.
Peta Kabupaten Bengkulu Selatan. Sumber: Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan.

Jadi, pembangunan agribisnis bukan saja pembangunan sistem agribisnis tetapi juga sekaligus pembangunan dunia usaha agribisnis, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat serta pelaku usaha skala mikro, kecil, menengah, dan besar. Karena itulah pembangunan agribisnis disebut dengan pembangunan sistem dan usaha agribisnis (Saragih, 2010).

Sumber utama pembangunan agribisnis adalah konsumsi masyarakat. Perubahan perilaku konsumen yang tidak hanya menuntut jumlah tapi juga kualitas, keamanan, kesehatan, dan kenyamanan, maka terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam praktik pertanian dari berorientasi pada produksi ke pasar untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen.

Berorientasi pada pasar inilah esensi agribisnis. Jadi, dalam pembangunan agropolitan harus berorientasi pasar, baik pasar lokal, pasar regional, pasar nasional, maupun pasar internasional. Jadi, kembangkanlah komoditas atau subsektor yang memang unggulan agropolitan daerah.

Agropolitan ini mengadopsi paradigma agribisnis, yang bertujuan meningkatkan pendapatan petani, nilai tambah, dan berorientasi pada pasar. Paradigma agribisnis (agriculture dan business) dirintis John H. Davis dan Ray A. Goldberg dari Harvard University, AS, 1957. Di Indonesia, paradigma ini dikembangkan oleh Prof. Bungaran Saragih, pakar agribisnis dari IPB University.

Paradigma agribisnis ini berbeda dengan paradigma lama, yang diadopsi dari pemikiran A.T. Mosher, yang fokus pada pembangunan pertanian primer. Paradigma lama ini hanya menekankan pada peningkatan produksi tanpa diikuti dengan pembangunan agribisnis. Akibatnya, ketika produksi meningkat harga jatuh karena tidak teserap pasar. Hal ini merugikan petani.

Pembangunan agropolitan merupakan salah satu cara meningkatkan kesejahteraan petani. Hasil-hasil pertanian primer dapat diserap oleh rumah tangga mupun agroindustri. Melalui kebijakan pemerintah (daerah) diharapkan dapat melindungi petani agar tetap dapat memetik keuntungan.

Mewujudkan agropolitan

Di dalam Pasal 5 Perda No. 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bengkulu Selatan 2011 – 2031 disebutkan bahwa pembangunan Bengkulu Selatan yang merata dan terpadu berbasis agropolitan, pariwisata, dan mitigasi bencana berkelanjutan.

Pembangunan Kabupaten Bengkulu Selatan berbasis agropolitan dan pariwisata.

Jadi, sebenarnya Kabupaten Bengkulu Selatan sudah mengusung pembangunan agropolitan.

Dalam konsepnya, kawasan pertanian meliputi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Komoditas tanaman pangan seperti padi sawah, jagung, ketela pohon, ketela rambat, dan aneka kacang terdapat di setiap kecamatan (berjumlah 11) di Kabupaten Bengkulu Selatan.

Peruntukan kawasan perkebunan kelapa dan kelapa sawit terdapat di Pino, Pino Raya, Manna, Bunga Mas, dan Kedurang Ilir. Sementara kawasan perkebunan karet, kopi, kakao, cengkeh, kayu manis, lada, aren, pinang, dan kapok terdapat di seluruh Kabupaten Bengkulu Selatan.

Peruntukan kawasan hortikultura (di Bengkulu Selatan meliputi aneka sayur, aneka buah, dan biofarmaka) di Ulu Manna, Pino Raya, Seginim, dan Kedurang.

Peruntukan kawasan peternakan ayam, sapi, dan kambing di Kedurang Ilir, Ulu Manna, Kedurang, Pino Raya, dan Seginim.

Kawasan perikanan tangkap di Pasar Manna dengan komoditas utama ikan pelagis (hidup di permukaan laut) besar, pelagis kecil, dan dimersal (hidup di dasar laut). Perikanan budidaya air tawar di Seginim, Kedurang, dan Kedurang Ilir.

Komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Bengkulu Selatan adalah ikan pelagis besar, iklan pelagis kecil, dan ikan dimersal.
Ilustrasi. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Pasar Bawah, Bengkulu Selatan. Kredit foto: Sugiharto P. Sumber: bengkulu.antaranews.com. Diakses Sabtu, 22 Agustus 2020.

Jadi, Bengkulu Selatan mempunyai keunggulan di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan tangkap, dan perikanan budidaya. Dengan mewujudkan pembangunan agropolitan diharapkan dapat meningkatkan PDRB dan menyejahterakan rakyat.

Jika dilihat secara pertanian primer (pertanian dalam arti luas), kontribusinya terhadap PDRB Bengkulu Selatan sekitar 32,60%. Tetapi dengan pembangunan agroindustri yang didukung oleh pemasaran dan jasa penunjang (salah satunya kebijakan pemerintah daerah), maka diperkirakan sumbangan agribisnis terhadap PDRB Bengkulu Selatan dapat mencapai lebih dari 55%.

Dengan mewujudkan pembangunan agropolitan di Kabupaten Bengkulu Selatan, hal ini berarti lebih separuh perekonomian kabupaten dengan luas 118.610 ha ini digerakkan oleh agribisnis.

Di sinilah mengapa kita perlu memilih pemimpin Bengkulu Selatan yang proagribisnis untuk mewujudkan pembangunan agropolitan sesuai dengan amanat Perda No. 8 Tahun 2011. Apalagi pada saat ini diperkirakan 65% angkatan kerja di Bengkulu Selatan bekerja di bidang agribisnis.

Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com.

Referensi:

  1. Badan Pusat Statisik Kabupaten Bengkulu Selatan. 2020. Kabupaten Bengkulu Selatan dalam Angka 2019. Kota Manna: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkulu Selatan.
  2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkulu Selatan. 2020. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Selatan Menurut Lapangan Usaha 2015-2019. Kota Manna: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkulu Selatan.
  3. Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Agropolitan dan Minapolitan: Konsep Kawasan Menuju Keharmonian. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum.
  4. Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan 2011-2031.
Berkat pertanian, Wayan Supadno sukses bangkit dari kebangkrutan.