AGRIKAN.ID – Perkembangan perkebunan sawit di Indonesia dilihat dari perkembangan perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar negara (PBN), dan perkebunan besar swasta (PBS).
Pada tahun 1969, luas perkebunan sawit di Indonesia sekitar 119.520 ha. Tetapi sekarang luasnya mencapai sekitar 16,38 juta ha, yaitu PR 41,02 persen, PBN 3,54 persen, dan PBS 55,44%.
Dari perkebunan sawit tersebut dihasilkan tandan buah segar (TBS) sawit.
TBS tersebut diolah di pabrik kelapa sawit (PKS) untuk menghasilkan minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) dan minyak inti sawit (palm kernel oil, PKO).
Pada tahun 2021, produksi CPO sekitar 46,89 juta ton dan PKO sekitar 4,41 juta ton. Produksi tersebut berasal dari PR sekitar 35%, PBN sekitar 5%, dan PBS sekitar 60%.
CPO adalah bahan baku minyak goreng sawit curah, kemasan sederhana, dan kemasan premium.
Dari gambaran di atas terlihat bahwa PBS, yang kebanyakan mempunyai PKS, berperan besar dalam menyediakan minyak goreng sawit di Indonesia.
Perkembangan perkebunan rakyat
- Luas perkebunan sawit rakyat (PR) pada tahun 1980 sekitar 6.175 hektar.
- Awal perkembangan perkebunan sawit rakyat melalui kebijakan Perkebunan Inti Rakyat (PIR).
- Dalam kebijakan PIR, inti adalah perkebunan besar negara atau PBN (Badan Usaha Milik Negara, BUMN) dan perkebunan besar swasta (PBS), sedangkan petani sawit adalah petani plasma.
- PIR dimulai 1978 dengan pendanaan dari Bank Dunia. Kemudian pemerintah memperluas pola PIR dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yaitu PIR khusus dan PIR lokal pada 1980.
- Pada tahun 1986, pemerintah mengombinasikan pola PIR dengan program Transmigrasi sehingga berkembang PIR Transmigrasi (PIR-Trans).
- Pada 1996, PIR lokal dikembangkan menjadi PIR KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Para Anggotanya). PIR KKPA ini dibiayai dari subsidi kredit koperasi melalui Koperasi Unit Desa (KUD).
- Melalui PIR, perkebunan sawit rakyat berkembang dari sekitar 6.175 ha pada tahun 1980 menjadi sekitar 1,17 juta ha atau hampir 189 kali lipat pada tahun 2000.
- Melihat keberhasilan PIR, membangun kepercayaan baru kepada investor, rakyat, dan perbankan.
- Perkebunan sawit rakyat berkembang pesat setelah krisis moneter 1998. Rakyat menggunakan dana sendiri untuk mengembangkan perkebunan sawit.
- Pada tahun 2021, luas perkebunan sawit rakyat sekitar 6,08 juta ha. Tetapi pada tahun 2022 ini diperkirakan luas perkebunan sawit rakyat mencapai sekitar 6,72 juta ha.
- Masalahnya, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sekitar 2,64 juta ha perkebunan sawit rakyat di kawasan hutan. Tetapi ini baru penunjukkan, belum penetapan.
- Untuk menetapkan apakah perkebunan sawit rakyat itu di kawasan hutan atau tidak, maka KLHK perlu berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
- Jika perkebunan sawit rakyat seluas 2,64 juta ha itu ditetapkan di kawasan hutan, maka luas perkebunan rakyat akan berkurang menjadi sekitar 4,08 juta ha.
- Karena itu, petani sawit berjuang keras agar lahan seluas 2,64 juta ha itu bisa ditetapkan bukan di kawasan hutan. Jika ada kebun sawit di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung, petani sawit masih bisa mengalah.
- Tetapi untuk kebun sawit di kawasan hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), dan hutan produksi tetap (HP), petani sawit berjuang keras agar tetap sebagai kebun sawit karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
Perkembangan perkebunan besar negara
- Sampai tahun 1969, luas perkebunan besar negara (PBN) sekitar 84.640 ha.
- Mengingat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berperan sebagai perusahaan inti untuk petani plasma, maka untuk menyehatkan dan menguatkan inti, pemerintah memberikan fasilitas kredit (modal dengan suku bunga murah) kepada BUMN dan perusahaan besar swasta nasional (PBSN) sebagai perusahaan inti perkebunan sawit selama 1969-1978.
- Pada tahun 2000, luas PBN sekitar 588.125 ha atau hampir tujuh kali lipat dibanding tahun 1969.
- Pada tahun 2021, malah luas sawit PBN turun menjadi sekitar 579.664 dibanding tahun 2000.
- Kalau dilihat dari luas PBN dari 1969 sampai 2021, perkembangan luasnya sangat lamban.
Perkembangan perkebunan besar swasta
- Sampai 1969, luas perkebunan besar swasta (PBS) sekitar 34.880 ha.
- Sama seperti BUMN, pada 1969-1978, perusahaan besar swasta nasional (PBSN) yang berperan sebagai inti juga mendapat fasilitas kredit (modal dengan suku bunga murah) dari pemerintah.
- Kemudian, dilanjutkan dengan fasilitas kredit kepada PBSN I (1978-1981), PBSN II (1981-1986), dan PBSN III (1986-1990).
- Jadi, salah satu yang mendorong cepatnya perkembangan perkebunan sawit PBSN adalah fasilitas kredit dengan bunga murah dari Pemerintah Indonesia kepada perusahaan sawit nasional.
- Pada tahun 2000, luas PBS sekitar 2,40 juta ha atau hampir 69 kali lipat dibanding tahun 1969.
- Pada tahun 2021, luas PBS 8,42 juta ha. Tetapi jika dihitung dari total luas perkebunan sawit di Indonesia sekitar 16,38 juta ha (Keputusan Menteri Pertanian No. 833 Tahun 2019), maka diperkirakan luas PBS sekitar 9,08 juta ha.
- Setelah krisis moneter 1998, banyak perkebunan sawit PBSN yang beralih ke perusahaan besar swasta asing (PBSA). Dikutip dari betahita.id, diperkirakan luas perkebunan sawit milik perusahaan Malaysia di Indonesia sekitar 3,7 juta ha.
- Tetapi dari data yang dipublikasikan Infosawit (mengutip dari databoks.katadata), luas kebun sawit di Indonesia milik PBSA sekitar 7,90 juta ha dan PBSN 0,52 juta ha. Dari penelusuran lebih lanjut, ternyata yang PBSA itu banyak juga milik orang Indonesia.
- Jika merujuk pada luas perkebunan sawit di Indonesia sekitar 16,38 juta ha, diperkirakan luas PBSN 1,18 juta ha dan PBSA 7,90 juta ha.
- Perlu juga diketahui, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sekitar 0,74 juta ha PBS berada di kawasan hutan.
Nah, demikianlah perkembangan perkebunan sawit rakyat, negara, dan swasta di Indonesia.
Perkebunan tersebut berperan penting dalam menyediakan minyak goreng sawit di Indonesia, yang sekarang harganya sedang melambung.
Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com
Referensi:
- Tungkot Sipayung dan Jan Horas V. Purba. 2015. Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit. Bogor: Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI).
- Bungaran Saragih. 2020. Suara Agribisnis 3: Kumpulan Pemikiran Bungaran Saragih. Jakarta: PT Permata Wacana Lestari.
- Mula Putera, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian. 2021. Kebijakan Peningkatan Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Nasional. Makalah webinar Majalah AGRINA, Rabu, 22 Desember 2021.
- Gulat Manurung, Ketua Umum Apkasindo. 2021. Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Berkelanjutan. Makalah webinar Majalah AGRINA, 22 Desember 2021.
- Edy Yusuf, Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2021. Mendukung Pemberdayaan Kebun Sawit Rakyat. Makalah webinar Majalah Infosawit, Kamis, 18 Nopember 2021.
- Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 2020. Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2019-2020. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
- Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 2019. Statistik Perkebunan Indonesia 2018-2020: Kelapa Sawit (Palm Oil). Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
- https://www.infosawit.com/news/12039/kebijakan-salah-kaprah-mengembangkan-perkebunan-sawit-swasta–asing-.
- https://betahita.id/news/detail/7297/membongkar-luas-dan-cuan-kebun-sawit-malaysia-di-indonesia.html.html.