Lobster yang banyak dibudidayakan adalah spesies lobster mutiara (Panulirus ornatus), lobster pasir (Panulirus homarus), dan lobster batik (Panulirus longipes).
Puerulus atau benih spiny lobster (hidup di daerah tropis). Sumber: tamtf.net.

Kegiatan budidaya lobster pada dasarnya terdiri atas tiga segmen, yaitu penangkapan benih lobster (puerulus atau postlarva atau baby lobster, bobot sekitar 10 gram per ekor), produksi tokolan lobster (30 – 50 gram per ekor), dan pembesaran lobster (500 – 1.000 gram per ekor).

Di Vietnam, budidaya lobster dimulai pada tahun 1992, sementara di Indonesia baru dimulai pada tahun 2000. Lobster yang banyak dibudidayakan adalah spesies lobster mutiara (Panulirus ornatus), lobster pasir (Panulirus homarus), dan lobster batik (Panulirus longipes).

Selain karena permintaan pasar relatif tinggi, benih ketiga spesies lobster tersebut mudah didapat, cepat tumbuh, berukuran besar, warna cerah, dan memiliki harga relatif mahal.

Di Vietnam, sintasan (survival rate) budidaya dari benih lobster sampai lobster dewasa sekitar 90%. Di Indonesia, sintasan belum stabil, sekitar 50% – 90%. Jika yang dibudidayakan 100 ekor puerulus, maka yang hidup 50 – 90 ekor. Bandingkan kalau di alam, yang hidup sekitar 1 ekor.

Penangkapan benih lobster

Di Vietnam, penangkapan benih lobster dilakukan dengan jaring yang dikombinasikan dengan lampu, perangkap dari karang dan karet, serta penyelaman dan penangkapan benih lobster.

Sebagaimana kita ketahui, telur lobster menetas menghasilkan nauplisoma. Dari nauplisoma menjadi filosoma dan puerulus (postlarva atau baby lobster). Waktu yang diperlukan dari nauplisoma menjadi puerulus untuk spiny lobster (hidup di daerah tropis) sekitar 6 – 8 bulan.

Secara umum, tingkat penetasan telur (hatching rate atau HR) sekitar 90%. Jika satu ekor induk betina lobster mempunyai telur yang telah dibuahi 100 ribu, maka jumlah yang menetas menjadi nauplisoma 90.000. Sintasan (survival rate atau SR) nauplisoma menjadi puerulus sekitar 10%.

Memang sampai sekarang belum banyak yang dapat melakukan pembenihan lobster (hatchery). Karena itu benih lobster ditangkap dari alam. Kalau dibiarkan besar di alam, sintasan (survival rate) dari benih lobster menjadi lobster dewasa berbobot 450 gram selama 5-7 tahun sekitar 1%.

Karena itu banyak negara yang melakukan budidaya lobster seperti Vietnam dan Indonesia, meski benihnya sendiri belum berasal dari pembenihan (hatchery) tetapi dari tangkapan di alam.

Produksi tokolan lobster

Produksi tokolan lobster dimaksudkan untuk memelihara benih lobster dari hasil tangkapan di alam sampai bobotnya mencapai 30 – 50 gram per ekor. Pemeliharaan selama sekitar 4 bulan ini dapat dilakukan di keramba jaring apung (KJA), keramba jaring tancap (KJT), dan bak beton.

Di Vietnam, untuk pemeliharaan tokolan lobster ini kerambanya berbentuk silinder berdiameter 1 m dan tinggi 0,6 m. Dibuat berbentuk silinder supaya tidak ada titik mati atau sudut. Keramba ini dibuat berlapis dua dengan ukuran mata jaring bagian dalam 0,4 cm dan bagian luar 0,8 cm.

Bagian atas keramba berada pada kedalaman sekitar 2 m di bawah permukaan air laut. Keramba ini digantung pada rakit terapung. Biasanya setiap rakit memiliki puluhan lubang atau sekitar 25 lubang. Setiap lubang berukuran 3 m x 3 m yang dapat diisi atau dipasangi dengan 4 keramba.

Padat tebar benih lobster pada produksi tokolan lobster ini sekitar 50 – 60 ekor per m3. Benih yang dipilih sebaiknya berbentuk normal dan berwarna cerah alami. Selain itu, ukurannya seragam, berenangnya cepat, serta memiliki kaki renang dan kaki jalan yang lengkap.

Benih lobster diberi pakan berupa udang rebon, cincangan kepiting, rajungan, atau ikan rucah.

Pada pemeliharaan dua minggu pertama dilakukan pembersihan keramba dan sekaligus pemindahan benih lobster ke keramba yang baru.

Setiap hari dilakukan pemantauan kondisi lobster dan sisa pakan. Dosis pakan yang diberikan selama 30 hari pemeliharaan pertama sekitar 15% – 20% dari bobot total benih lobster yang dipelihara per hari. Setiap bulan dilakukan pengukuran bobot untuk menentukan jumlah pakan.

Tiga Segmen Budidaya Lobster Air Laut
Benih lobster atau puerulus (kiri), tokolan lobster (tengah) dan lobster muda atau juvenile (kanan). Sumber: tamtf.net.

Pada pemeliharaan 30 – 60 hari, dosis pakan yang diberikan 20% – 25% dari bobot total per hari.

Pengurangan padat tebar menjadi 15 – 20 ekor per m3 dilakukan setelah pemeliharaan 60 hari. Padat tebar diturunkan lagi menjadi 12 – 15 ekor per m3 setelah pemeliharaan 90 atau 100 hari. Setelah dipelihara 120 hari, tokolan lobster dapat dipanen dan dipindah ke keramba pembesaran.

Bobot tokolan lobster ini sekitar 30 – 50 gram per ekor. Masih di bawah bobot lobster muda (juvenile), yang sekitar 70 – 100 gram per ekor dengan panjang sekitar 7 – 10 cm per ekor.

Pembesaran lobster

Pembesaran lobster dilakukan di keramba berukuran 4,0 m x 4,0 m x 3,8 m atau 1,5 m x 1,5 m x 2,5 m. Ukuran dan bentuk keramba dapat disesuaikan dengan lokasi dan ketersediaan duit.

Pada bagian atas keramba terdapat lubang yang dapat ditutup sebagai tempat pemberian pakan. Selain itu sebagai tempat untuk memantau kondisi lobster dan pengambilan sisa pakan lobster.

Supaya terhindar dari pengaruh air tawar, biasanya keramba pembesaran lobster ini ditempatkan 2 m di bawah permukaan air laut. Keramba yang ditenggelamkan ini dilengkapi pipa berdiameter 5 – 6 cm sebagai sarana pemberian pakan. Salah satu ujung pipa muncul di permukaan air laut.

Lobster yang dibesarkan adalah tokolan lobster hasil produksi selama 4 bulan tadi. Bobot tokolan ini sekitar 30 – 50 gram per ekor. Pilihlah tokolan lobster yang sehat dan seragam. Ingat, lobster ini hewan kanibalisme, pemakan sesama. Padat tebar pembesaran lobster ini 3 – 5 ekor per m3.

Pakan pembesaran lobster ini adalah cincangan udang, kepiting, rajungan, cumi-cumi, kerang, tiram, dan ikan rucah. Setiap pagi hari, bagian keras dari pakan (seperti cangkang) dan sisa pakan diambil. Selain pengambilan sisa pakan, pada saat yang bersamaan dilakukan pengecekan pakan.

Dosis pakan yang diberikan tergantung jenis pakan, apakah mempunyai cangkang atau tidak. Selain itu tergantung stadia atau ukuran lobster. Dosis pakan sekitar 10% – 17% dari bobot total lobster yang dipelihara per hari. Dosis pakan menurun dengan meningkatnya masa pemeliharaan.

Lobster mutiara (Panulirus ornatus), salah spesies lobster yang digemari pasar.
Lobster mutiara (Panulirus ornatus) (ornate spiny lobster). Sumber: commons.wikimedia.org.

Frekuensi pemberian pakan juga tergantung pada ukuran lobster. Untuk lobster yang berukuran kecil (lebih kecil dari 200 gram per ekor), pemberian pakan 2 kali per hari. Untuk lobster yang berukuran besar (di atas 200 gram per ekor) pemberian pakan 1 kali per hari berupa ikan rucah.

Porsi pakan lebih banyak diberikan pada sore atau malam hari. Biasanya berkisar 60% – 100% jumlah pakan yang diberikan per hari. Sebab lobster ini aktif mencari makan pada malam hari.

Menjelang akhir masa pembesaran, porsi pakan berupa udang, tiram, dan kerang ditingkatkan menjadi sekitar 70% dari dosis pakan. Sebaliknya pakan berupa ikan rucah turun menjadi 30%.

Pengukuran bobot lobster dilakukan setiap 3 bulan. Hal ini untuk menentukan jumlah pakan yang diberikan. Pemantauan kondisi lobster dan pakan tersisa dilakukan secara priodik (teratur).

Pembersihan keramba dari biofouling (semacam kotoran) yang dapat mengurangi pergantian air dilakukan secara priodik.

Pada saat bobot lobster 500 – 600 gram per ekor, padat tebarnya 3 – 4 ekor per m3. Lobster dapat dipanen setelah dipelihara 18 – 24 bulan. Pemanenan dapat dilakukan secara selektif atau total.

Panen selektif jika ukuran bobot lobster bervariasi. Hanya lobster besar yang dipanen. Jika ukuran lobster seragam, harga pasar tinggi, atau diprediksi akan ada badai, dilakukan panen total.

Ukuran bobot panen 1 – 2 ekor per kg atau 500 – 1.000 gram per ekor lobster. Hal ini sesuai dengan permintaan pasar. Lobster bobot 500 – 1.000 gram ini banyak diminati pasar. Sebagian besar pasar menyukai lobster hidup atau segar. Hanya sebagian kecil menyukai lobster beku.

Rasio konversi pakan (feed conversion ratio atau FCR) dari lobster ukuran tokolan (30 – 50 gram per ekor) menjadi lobster dewasa (berbobot 1.000 gram per ekor) adalah 17: 1 sampai 30:1. Jadi diperlukan 17 – 30 kg pakan (berdasarkan bobot basah) untuk menghasilkan 1 kg lobster.

Jika benih lobster (puerulus atau postlarva atau baby lobster) dibiarkan hidup sampai berbobot 450 gram selama 5-7 tahun di alam, hanya 1% yang hidup. Jika dibudidayakan 22 – 24 bulan (selama produksi tokolan dan pembesaran) sampai berbobot 500 – 1.000 gram, yang hidup 90%.

Karena itulah, budidaya lobster, yang dimulai dari penangkapan puerulus sampai pembesaran berbobot 1-2 ekor per kg, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah lobster.

Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com

Referensi:

  1. Kizhakudan, Joe K. Hatchery Technology and Seed Production of Lobster. Research Centre of CFMI, Chennai, India.
  2. Mahmudin, Yuyun; Yusnaini; dan Muhammad Idris. 2016. Strategi Pemberian Pakan Buatan dan Pakan Segar terhadap Pertumbuhan Lobster Mutiara (Panulirus ornatus) Fase Juvenil. Media Akuatika, Vol. 1, 37-43, 2016.
  3. Makasangkil, Lestari; Salindeho, Indra R.N; dan Cyska Lumenta. Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan terhadap Pertumbuhan Lobster Laut, Panulirus versicolor. Budidaya Perairan, Volume 5 No. 3: 1-10, September 2017.
  4. Mustafa, Akhmad. 2013. Budidaya Lobster (Panulirus sp) di Vietnam dan Aplikasinya di Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros, Sulawesi Selatan. Media Akuakultur Volume 8 No. 2 Tahun 2013.
  5. Susanti, Evin Nora; Oktaviani, Rina; Hartoyo, Sri; dan Dominicus S. Priyarsono. Efisiensi Teknis Usaha Pembesaran Lobster di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Manajemen & Agribisnis, Volume 4 No. 3, November 2017.
  6. Setyono, Dwi Eny Djoko. 2006. Budidaya Pembesaran Udang Karang (Panulirus spp.). Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Oseana, Volume XXXI, No. 4, Tahun 2006: 39-48.
  7. https://www.tamtf.net/hatchery.