petani sejahtera dengan usaha tani kontrak
Ilustrasi sawah di Pamanukan, Subang, Jawa Barat. Foto dibidik dari FaveHotel Pamanukan.

AGRIKAN.ID – Usaha tani kontrak (contract farming) merupakan salah satu program yang akan dikembangkan AMIN (Anies Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar) jika terpilih sebagai presiden.

Tentu saja program tersebut berlandaskan pada perdagangan berkeadilan (fair trade).

Perdagangan berkeadilan, menurut World Fair Trade Organization (WFTO), mengutamakan dialog, transparansi, dan saling menghormati sehingga tercapai kesetaraan dalam transaksi.

Dalam perspektif agribisnis, usaha tani adalah bisnis yang berorientasi pada perolehan laba. Jadi, tujuan utama pembangunan pertanian adalah meningkatkan kesejahteraan petani.

Lihat juga: Agribisnis 4.0 di Indonesia

Di sisi lain, meningkatkan produksi pangan nasional sehingga swasembada atau surplus, menurut Bungaran Saragih (2010), merupakan manfaat ikutan dari peningkatan kesejahteraan petani.

Dengan usaha tani kontrak berkeadilan, petani mempunyai kepastian pasar yang baik sehingga pendapatannya lezat. Petani termotivasi meningkatkan produksi pangan nasional.

Skema usaha tani kontrak

Usaha tani kontrak, menurut Food and Agriculture Organization (FAO), merupakan kesepakatan di muka antara petani (produsen) dan pembeli.

Dalam kesepakatan termaktub antara lain syarat dan ketentuan produksi, kuantitas dan kualitas produk pertanian, formulasi harga, serta jangka waktu penyerahan produk dan pembayaran.

Dalam usaha tani padi di Indonesia, produsen diwakili kelompok tani (poktan), gabungan kelompok tani (gapoktan), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Badan Usaha Milik Petani (BUMP), atau koperasi.

Sementara pembeli antara lain terdiri atas Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Swasta (BUMS).

Dibalik relasi bisnis dengan bisnis (B to B) tersebut terdapat pula hubungan pemda dengan pemda (G to G). Kerja sama G to G ini untuk melindungi petani dalam usaha tani kontrak berkeadilan.

Dalam B to B, pembeli bisa sebagai off-taker (pembeli siaga) dengan formulasi harga yang disepakati. Bisa juga mendampingi dan membiayai usaha tani dengan menerapkan cara usaha tani yang baik dan benar sehingga biaya produksi efisien dan produktivitas tinggi.

Sebagai pembeli, tentu mensyaratkan mutu gabah karena berkorelasi dengan rendemen penggilingan gabah menjadi beras.

Lihat juga: Mutu gabah dan rendemen beras

Persyaratan tersebut antara lain kadar air GKP (gabah kering panen) 25-27%, kadar air GKG (gabah kering giling) 14%, gabah hampa 1-3%, gabah muda 1-10%, butir rusak 2-7%, butir merah 1-4%, benda asing 0-4%, dan gabah varietas lain 2-10%.

Selain itu, ada ketentuan rafaksi (potongan harga) jika gabahnya tidak sesuai dengan standar persyaratan.

Pembeli juga meminta petani menanam varietas atau galur padi sesuai dengan kebutuhan pasar. Untuk di Jawa, misalnya, masyarakat lebih suka IR 64, Ciherang, Mekongga, Inpari 32, Inpari 33, Cilamaya Muncul, dan padi aromatik (Pandan Wangi, Mentik Wangi, Sintanur, Bawor, dan NA 178).

Harga gabah di tingkat petani

Untuk memasok pembeli, gapoktan membeli gabah dari petani secara tunai dengan harga saling menguntungkan atau petani suka menyebutnya harga gotong royong karena mereka sudah akrab.

Harga untuk pembeli adalah harga di tingkat petani ditambah ongkos angkut, bongkar muat, susut, rafaksi, dan jasa. Atau harga negosiasi gapoktan dengan pembeli bisa digunakan untuk menetapkan harga di tingkat petani.

Lihat juga: 3 fase pertumbuhan tanaman padi

Di samping itu, jangka waktu pembayaran pembeli ke gapoktan 3-7 hari kerja setelah gabah terkirim. Supaya pembayarannya tepat waktu, di sinilah pentingnya kerja sama G to G.

Dengan usaha tani kontrak ini, rantai pasok pendek, yaitu petani, gapoktan, dan pembeli sehingga harga di tingkat petani lebih baik. Bayangkan, jika tidak melalui usaha tani kontrak, rantai pasok panjang karena banyak pengepul sehingga harga di tingkat petani bisa tertekan.

Kebijakan usaha tani kontrak berkeadilan

Pada tahun 2023 luas lahan panen padi sekitar 10,20 juta hektare (BPS). Dengan risiko gagal panen 2%, maka luas lahan tanam padi 10,41 juta hektare. Dibagi dengan luas lahan baku sawah nasional 7,46 juta hektar, diperoleh Indeks Pertanaman (IP) padi 1,40 kali.

Produktivitas padi nasional sekitar 5,26 ton GKG/hektare pada tahun 2023. Dibandingkan dengan Vietnam yang 6,00 ton GKG/hektare (USDA), Indonesia lebih rendah 14,07%.

Melalui usaha tani kontrak berkeadilan, tidak sulit bagi petani untuk meraih produktivitas seperti di Vietnam. Dengan peningkatan pendapatan, petani termotivasi meningkatkan IP, misalnya menjadi 1,60 kali/tahun, sehingga luas lahan panen mencapai 11,70 juta hektare.

Dengan produktivitas seperti di Vietnam dan luas lahan panen 11,70 juta hektar, produksi padi nasional bisa mencapai 70,20 juta ton GKG atau setara 40,45 juta ton beras. Bandingkan dengan produksi beras tahun 2023 yang sekitar 30,91 juta ton dan konsumsi 30,84 juta ton.

Lihat juga: Padi galur NA 178 temuan petani

Bayangkan, jika Indonesia bisa meningkatkan produktivitas dan IP padi secara bertahap, maka produksi beras bisa melimpah. Bukan lagi mencapai swasembada, tetapi ekspor beras.

Karena itulah, sebagai fasilitator, regulator, dan promotor, pemerintah perlu membuat kebijakan agar program usaha tani kontrak berkeadilan berkembang dengan baik. Petani padi domestik bisa menikmati kesejahteraan dan rakyat bisa membeli beras dengan harga wajar.

Syatrya Utama | Bloger, Jurnalis, Alumni IPB University | Email: syatrya_utama@yahoo.com.

Artikel ini diperbaiki terakhir Rabu, 17 Januari 2024.

Referensi:

  1. https://www.fao.org/in-action/contract-farming/background/what-is-contract-farming/en/.
  2. https://wfto.com/our-fair-trade-system/our-10-principles-of-fair-trade/.
  3. https://pekerti.com/fair-trade-2/apa-itu-fair-trade/.
  4. https://www.ocbc.id/id/article/2023/06/23/fair-trade-adalah.
  5. Saragih, Bungaran. 2010. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Bogor: PT Penerbit IPB Press.