Neraca industri sawit Indonesia
Neraca produksi, konsumsi domestik, dan ekspor sawit Indonesia.

Neraca industri sawit Indonesia ini mencakup persediaan awal, produksi dan impor, konsumsi domestik (di dalam negeri), ekspor, dan persediaan akhir.

Sebagai informasi, kelapa sawit menghasilkan tandan buah segar (TBS) atau fresh fruit bunches (FFBs), baik dari kebun sawit petani maupun perusahaan besar.

Daging buah sawit (mesocarp atau reddish pulp) menghasilkan minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) dan inti sawit (kernel) menghasilkan minyak inti sawit mentah (crude palm kernel oil, CPKO).

Pada tahun 2021, produksi CPO di Indonesia sekitar 46,89 juta ton dan CPKO sekitar 4,41 juta ton. Jadi total produksi CPO dan CPKO di Indonesia sekitar 51,30 juta ton.

Di luar negeri, minyak sawit lebih dikenal dengan istilah palm oil (PO), sedangkan minyak inti sawit lebih dikenal dengan palm kernel oil (PKO).

Warna minyak sawit mentah (CPO) kemerahan karena banyak mengandung betakaroten, salah satu jenis karotenoid.

Setelah pemurnian (refinery), CPO dapat diolah menjadi minyak nabati (vegetable oil) seperti minyak goreng (olein) dan bukan minyak nabati.

Sementara warna minyak inti sawit mentah (CPKO) lebih jernih dari CPO. Sebab CPKO tidak mengandung karotenoid. Boleh dikatakan, minyak inti sawit ini mirip dengan minyak kelapa (coconut oil).

Setelah pemurnian, PKO dapat diolah antara lain menjadi produk kosmetik dan produk obat-obatan.

Konsumsi minyak sawit domestik

Pada tahun 2021, konsumsi minyak sawit di Indonesia (domestik) sekitar 18,42 juta ton atau 35,91% dari total produksi CPO dan CPKO.

Dari jumlah tersebut, untuk pangan seperti minyak goreng, margarin, dan pengganti lemak kakao (cocoa butter substitute) sekitar 8,95 juta ton atau 17,45% total produksi CPO dan CPKO.

Untuk industri oleokimia sekitar 2,13 juta ton atau 4,15% dari total produksi CPO dan CPKO. Oleokimia ini antara lain untuk industri sabun, deterjen, bioplastik, biosurfaktan, dan kosmetik.

Untuk industri biodiesel sekitar 7,34 juta ton atau 14,31% dari total produksi CPO dan CPKO. Biodiesel sawit ini untuk pencampur B30 (30% biodiesel sawit dan 70% solar).

Pada tahun 2022, diproyeksikan kebutuhan minyak sawit di dalam negeri untuk pangan sekitar 9,60 juta ton, industri oleokimia sekitar 2,16 juta ton, dan biodiesel sekitar 8,83 juta ton.

Jadi, total konsumsi minyak sawit di dalam negeri pada tahun 2022 sekitar 20,59 juta ton atau 38,27% dari total produksi CPO dan CPKO sekitar 53,80 juta ton.

Minyak sawit untuk eskpor

Jumlah ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2021 sekitar 34,23 juta ton atau 66,73% dari total produksi CPO dan CPKO.

Yang menarik, industri minyak sawit Indonesia terus menjalankan saran Presiden Jokowi agar lebih banyak mengekspor minyak sawit olahan.

Misalnya, pada tahun 2019, ekspor CPO masih sekitar 7,40 juta ton. Tetapi pada tahun 2021, ekspor CPO sudah turun menjadi sekitar 2,74 juta ton.

minyak goreng sawit langka di Indonesia
(1) CPO diekstrak dari daging buah sawit (mesocarp); (2) CPKO diekstrak dari inti buah sawit (kernel); dan (3) Cangkang buah sawit (endocarp). Sumber: amj.co.id.

Pada tahun 2022 diproyeksikan ekspor CPO sekitar 2,2 juta ton. Yang lainnya ekspor dalam bentuk produk olahan.

Harga minyak nabati melesat gegara Perang Rusia dan Ukraina

Nah, perang Rusia dan Ukraina memicu kenaikan harga minyak nabati (vegetable oil), termasuk minyak sawit.

Dikutip dari cpopc.org, harga CPO yang dikirim dari Indonesia (FoB Indonesia) pada 3 Maret 2022 sekitar US$1.770/ton.

Harga minyak kedelai (soybean oil) pada 4 Maret 2022, dikutip dari indexmundi.com, sekitar US$1.687,42/ton.

Harga minyak rapa (rapeseed oil) pada Februari 2022, dikutip dari theglobaleconomy.com sekitar US$1.744,2/ton dan minyak bunga matahari (sunflower oil) sekitar US$1.472,4/ton.

Perlu diketahui, minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapa, dan minyak bunga matahari menyumbang produksi dunia sekitar 87,24% dari total produksi minyak nabati dunia, yang sekitar 214,8 juta ton.

Perang Rusia dan Ukraina memicu kenaikan harga minyak nabati dunia karena kedua negara itu menyumbang sekitar 80% ekspor global minyak bunga matahari, tetapi ekspornya terganggu.

Akibatnya pasokan pasar minyak nabati berkurang sehingga memicu kenaikan harga-harga minyak nabati dunia.

Jika perang Rusia dan Ukraina terus berlanjut dan sanksi ekonomi negara-negara Barat terhadap Rusia berkepanjangan, bakal terus melesatkan harga minyak nabati di dunia, termasuk minyak sawit.

Kok, bisa minyak goreng sawit langka

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional, konsumsi minyak goreng sawit di Indonesia tahun 2020 sekitar 11,58 liter/kapita/tahun atau 0,965 liter/kapita/bulan.

Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 270 juta, kebutuhan minyak goreng sawit sekitar 3.126,6 juta liter/tahun atau sekitar 260,55 juta liter/bulan.

“Kalau kita lihat data komitmen produsen (minyak goreng sawit) sudah 351 juta liter selama 14 hari, kebutuhan kita selama per bulan antara 279 juta sampai 300 juta liter,” kata IG Ketut Astawa, Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag seperti dikutip kompas.com, 6 Maret 2022.

Tetapi, meski produksi minyak goreng sawit sudah melimpah, di pasar minyak goreng sawit langka.

Ada dugaan karena panic buying sehingga rumah tangga lebih banyak menyimpan minyak goreng sawit.

Dugaan lain masalah distribusi. Bahkan ada tuduhan pedagang menimbun minyak goreng sawit.

Untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng sawit tersebut, sejumlah pengamat meminta pemerintah mengurangi produksi biodiesel dan CPO-nya dialihkan untuk memproduksi minyak goreng sawit.

AGRIKAN.ID berpendapat, kurang tepat mengurangi produksi biodiesel sawit. Sebab kebutuhan CPO untuk produksi biodiesel sekitar 14,31% dari total produksi CPO dan CPKO di Indonesia.

Selain itu, selama ini industri biodiesel sudah menyerap tenaga kerja sekitar 9.000 orang. Jika terjadi pengurangan produksi biodiesel sawit, bisa saja tejadi pemutusan hubungan kerja di industri biodiesel.

Karena itu, AGRIKAN.ID sependapat dengan pemerintah, lebih baik membatasi ekspor minyak sawit Indonesia, meski hal ini mengurangi penerimaan devisa dari ekspor minyak sawit.

Toh, selama ini ekspor minyak sawit Indonesia sekitar 66,73% dari total produksi CPO dan CPKO. Jadi, mayoritas minyak sawit Indonesia dinikmati konsumen di luar negeri.

Nah, salah satu cara untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng sawit adalah operasi pasar di daerah-daerah.

“Saya minta antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah berkoordinasi untuk menggelar operasi pasar,” kata Puan Maharani, Ketua DPR RI, sebagaimana dikutip kompas.com, 6 Maret 2022.

Syatrya Utama | Email: syatrya_utama@yahoo.com 

Referensi:

  1. Togar M. Simatupang, Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB. Sistem Rantai Pasok Minyak Goreng. Makalah Webinar Kolaborasi dan Integrasi Rantai Pasok Minyak Goreng Komite Pemulihan Ekonomi Jawa Barat, Norad, dan SBM ITB, Rabu, 23 Februari 2022.
  2. Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif PASPI (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute). Isu Strategis Industri Sawit Nasional Saat Ini Menuju Industri Emas di 2045. Makalah Webinar Majalah AGRINA dan PASPI, Rabu, 22 Desember 2021.
  3. https://biofuels-news.com/news/global-vegetable-oil-production-set-to-reach-new-record-highs/.
  4. https://money.kompas.com/read/2022/03/06/195058626/kala-para-pejabat-tinggi-negara-bingung-kenapa-minyak-goreng-menghilang-di?page=all.
  5. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4903474/ternyata-ini-penyebab-minyak-goreng-langka.